Selamat Datang di Blog Ayu I'u Gek

Jumat, 01 Juni 2012

ANALISIS PUISI "AKU BISA SAJA MENULIS PUISI PALING SEDIH MALAM INI" KARYA PABLO NERUDA


By: Ayu I'u_Gek

        Bila dilihat dalam puisi AKU BISA SAJA MENULIS PUISI PALING SEDIH MALAM INI, kita bisa saja menemukan sesuatu yang sangat menyentuh relung hati kita. Betapa tidak, puisi ini mengisahkan tentang masa-masa yang pastinya akan dan pernah dirasakan oleh semua orang. Sebuah ungkapan perasaan yang sangat nyata dan jelas-jelas dekat dengan hati dan kehidupan manusia.
Menurut saya, puisi ini menggambarkan tentang perasaan penulis yang merasa sedih, kecewa, sakit hati, dan marah. Semua perasaanya campur aduk menjadi satu dan penulis tak tahu lagi bagaimana harus menyatakan kegalauannya tersebut.
       Si penulis memiliki seseorang yang sangat dicintai dan disayanginya, dimana orang tersebut pun juga mencinta sang penulis. Namun dalam sekejap saja orang yang disayanginya tersebut pergi meninggalkannya karena sebuah alasan yang sanggup menghancurkan keteguhan hati sang penulis dan membuat cintanya yang dalam pupus dalam sakit hatinya. Alasan yang sudah pasti akan membungkam semua kata-kata indah yang ingin terucap, yakni karena adanya pujaan lain dalam hati sang kekasih dari penulis.
      Penulis yang sangat menyayangi kekasihnya masih belum bisa melupakannya dan berharap kekasihnya tersebut akan berada disisinya. Namun sekali lagi rasa kecewa mmebayang dalam hati penulis saat ia menyadari bahwa sang kekasih tidak ada disisinya dan sebentar lagi kekasihnya tersebut akan menjadi milik orang lain. Disaat semua itu dapat penulis pahami, maka hanya luka yang tertinggal di hati penulis yang kini hanya dapat ia lukiskan dalam goresan kata-kata puisi terakhir.
       Pernyataan perasaan demi perasaan  yang dirasakn oleh penulis tergambar sangat jelas dalam kata demi kata dan bait demi bait pada puisinya. Boleh dikata puisi yang terdiri dari tujuh belas bait ini adalah salah satu kategori jenis puisi “telanjang”. Telanjang dalam artian bahwa seseorang yang membaca puisi ini dapat dengan mudah memahami arti/makna dari puisi tersebut. Sebab puisi ini memakai kata-kata yang sangat akrab dalam kehidupan sehari-hari.
      Misalnya pada bait pertama, si penulis menyatakan ‘aku bisa saja menulis puisi paling sedih hari malam ini’. Dalam bait ini penulis bisa menciptakan sebuah pisi yang menurutnya paling sedih dari semua puisi yang pernah ia buat. Puisi ini akan mewakilkan kepedihan yang sedang penulis alami.
Kemudian pada bait kedua, penulis ingin menyatakan bahwa pada malam yang indah itu, dimana malam bertaburan bintang-bintang, namun tak dapat menghapus kepedihan yang sedang ia rasakan. Ini terlihat dalam larik kedua yang menyatakan “dan bintang-bintang itu, biru, menggigil di kejauhan”.
     Bait ketiga merupakan pernyataan perasaan yang masih menyuarakan kepedihan hati penulis dimana penulis melukiskan pada malam yang indah itu angin tak bertiup dengan lembut melainkan berputar dan menderu-deru di langit sambil menyanyi. Kata menyanyi mungkin diistilahkan sebagai sebuah raungan hati sang penulis yang merasa sangat kecewa.
      Bait keempat, kelima dan bait keenam adalah rangkaian pernyataan hati penulis mengenai rasa cintanya yang dulu pernah tumbuh dihatinaya serta perasaan kekasihnya yang pernah mencintainya. Dimana mereka melewati hari-hari dan malam-malam yang indah bersama-sama. Kata “di bawah langit tak terbatas” seolah-olah mewakili kebahagiaan penulis dan kekasihnya disaat mereka sedang memadu perasaan cinta mereka. Perasaan dalam hati penulis tumbuh begitu saja karena kesederhanaan dan ketulusan dari aura yang tergambarkan dalam pancaran kedua bola mata sang kekasih.
        Pada bait ketujuh dan kedelapan, ungkapan penulis dalam puisinya mengambarkan sakit hatinya yang mendalam sebab orang yang ia sayangi dan cintai kini tidak lagi disisinya dan bukan lagi menjadi miliknya. Rasa kehilanagn itu terlalu dalam menusuk hatinya sehingga malam yang dilalui terasa begitu mencekam karena tak ada sang kekasih disisinya. Sebuah perasaan kehilangan yang sangat mendalam dari penulis. Dalam kepedihannya itulah ia mencoba untuk mengungkap perasaaannya dengan sebuah ucapan kata-kata indah yang berasal dari dalam hatinya sendiri. Gambaran perasaan yang sejuk bagaikan embun yang menyapa rerumputan pada pagi hari, dimana ungkapan perasaannya itu dapat membuatnya sedikit tenang dan merasa mendapat tempat untuk melampiaskan segala perasaanya. Sebuah ungkapan yang dapat mewakili segala pedih yang sedang ia rasakan pada malam itu.
         Selanjutnya pada bait kesembilan seolah menyatakan kepasrahan hati dari penulis yang tak dapat mempertahankan orang yang dicintainya untuk tetep berada disisinya. Kini penulis tak dapat lagi melewati malam-malam yang indah bersama kekasih hatinya tersebutsebab kekasih hatinya telah pergi meninggalkannya. Dan bait kesepuluh yang bertuliskan kata-kata “begitulah. di kejauhan, seseorang menyanyi. Di kejauhan, jiwaku resah kehilangan dia”. Seseorang menyanyi seolah ingin melukiskan bahwa pada lubuk hatinya yang terdalam penulis meraung-raung dan meronta-ronta karena tak sanggup untuk ditinggalkan oleh kekasihnya tersebut.
      Dalam bait selanjutnya penulis teringat akan kenangan manisnya bersama kekasihnya dan ia merasakan kerinduan yang mendalam pada sang kekasih sehingga ia berusaha untuk mencari dimana sebenarnya keberadaan kekasihnya tersebut. Namun tetap saja penulis tak menemukannya dan hanya kecewalah yang ia rasakan. Kekasihnya tersebut kini tidaklah mngkin bisa hadir disisinya untuk menemaninya.
      Kalimat pada bait keduabelas kalimat “malam yang itu-itu juga” seolah ingin menggambarkan kenangan-kenangan yang telah dilewati dalam kebahagiaan oleh penulis bersama kekasihnya. Dan kalimat “membuat putih pohonan yang itu-itu juga” merupakan gambaran kenangan demi kenangan yang telah dilalui terbayang kembali dalam benak penulis, sehingga membuat pedih dalam hati sang penulis menyeruak keluar dari dalam dadanya. Dan ia sadar bahwa kini ia dan kekasihnya tak lagi bersamanya.
      “Aku tak lagi mencintainya, itu pasti, tapi betapa cintanya aku dulu padanya”. Kalimat ini ingin menyatakan perasaan cinta penulis yang telah pudar karena sakit hati yang telah dia rasakan akibat kehilanagan kekasihnya. Dan baris kedua yang bertuliskan “suaraku menggapai angin hanya untuk menyentuh telinganya”, seolah ingin menyatakan pada sang kekasih bahwa pada saat itu penulis telah sadar dan tak akan larut dalam sakit hatinya. Ia akan bangkit dan keluar dari bayang-bayang masa lalu yang indah bersama kekasihnya dahulu, dan akan memulai kehidupannya yang baru dengan semangatnya yang baru.
       Pada bait selanjutnya penulis ingin menjelaskan bahwa mantan kekasihnya itu akan menjadi milik orang lain. Seperti saat ia dulu masih bersama kekasihnya. Semua yang pernah membuatnya sangat mencintai kekasihnya tersebut kini akan menjadi milik orang lain yang tidak lain adalah pujaan hati dari kekasih hati penulis.
      Dan di bait selanjutnya penulis ingin menegaskan bahwa walaupun kini rasa cintanya itu telah pudar, namun tetap masih menyisakan kenangan manis antara dia dan kekasihnya. Semua yang telah terjadi walaupun sangat singkat namun tak dapat dilupakan begitu saja dalam sekejap mata. Semua yang terjadi antara penulis dan kekasihnya terlalu manis untuk dilupakan tapi juga sangat pahit untuk dikenang terus. Pada bait ini seolah menyatakan sebuah dilema yang dirasakan oleh penulis. Penulis merasa kebingungan untuk mengartikan perasaannya sendiri, penulis tak tahu harus bersikap seperti apa. Apakah ia harus membenci semua yang telah terjadi, tetapi hatinya sangat sulit untuk melupakan segalanya.
      Bait keenambelas merupakan rangkaian yang padu dari bait sebelumnya, yang memperkuat dilema hati yang sedang dialami oleh penulis. Ia masih saja terkenang akan goresan-goresan kisah lalunya bersama sang kekasih sehingg jiwanya kembali resah dan hatinya serasa pedih untuk melupakan semuanya.
 
“Mungkin ini luka terakhir yang dibuatnya,”
“dan ini puisi terakhir yang kutulis untuknya”
      Dua baris puisi tersebut merupakan penutup dari puisi ini. Dalam kedua baris puisi ini menyatakan arti yang sangat mendalam dari sang penulis. Pada bait terakhir ini penulis berusaha untuk menjawab dilematis yang selama ini ia hadapi. Penulis akhirnya memutuskan untuk melupakan kekasih hatinya tersebut. Dan berakhirnya kata dalam puisi ini juga menjadi akhir dari segala cerita yang pernah penulis lalui dan lewati bersama kekasihnya. Dan sebagai ungkapan perasaannya, penulis membuat sebuah ucapan untuk kekasihnya tersebut. Ucapan itu tidak lain adalah sepotong puisi yang menggambarkan tentang perasaan hatinya selama ini, dan menjadi ucapan terakhir untuk sang terkasih.


 
Pablo Neruda


aku bisa saja menulis puisi
paling sedih malam ini


aku bisa saja menulis puisi paling sedih malam ini.

misalnya, menulis: “malam penuh bintang,
dan bintang bintang itu, bniru, menggigil di kejauhan,”

angin malam berputar di langit sambil bernyanyi.

aku bisa saja menulis puisi paling sedih malam ini.
aku pernah mnecintainya, dan kadang-kadang dia pun pernah
mencintaiku juga.

di malam-malam seperti ini, kurangkul dia dalam pelukanku.
kuciumi berkali-kali di bawah langit tak berbatas.

dia pernah mencintaiku, kadang-kadang aku pun mnecintainya.
bagaimana mungkin aku tak akan mencintainya matanya yang indah
dan tenang itu?

aku bisa saja menulis puisi paling sedih malam ini.
karena aku tak lagi memilikinya. karena aku kehilangan dia.

malam begitu mencekam, tambah mencekam tanpa dirinya.
dan puisi masuk dalam jiwa seperti embun ke rumputan.

tak apa kalau cintaku tak bisa disini menahannya.
malam penuh bintang dan tak ada di sini dia.

begitulah. di kejauhan, seseorang menyanyi. di kejauhan.
jiwaku resah kehilangan dia.

seolah ingin menghadirkannya, mataku mencarinya.
hatiku mencarinya, dana tak ada disini dia.

malam yang itu-itu juga, membuat putih pohonan yang itu-itu juga.
kami tak seperti dulu lagi.

aku tak lagi mencintainya, itu pasti, tapi betapa cintanya aku dulu
padanya.
suaraku menggapai angin hanya untuk menyentuh telinganya.

milik orang lain. dia akan jadi milik orang lain. seperti dia dulu
milik ciuman-ciumanku.
suaranya, tubuhnya yang hangat manja, matanya yang indah.

aku tak lagi mencintainya, itu pasti, tapi mungkin aku
mencintainya.
cinta begitu singkat dan lupa begitu lama.

karena di malam-mlam sepedrti ini dulu kurangkul dia dalam pelukan,
jiwaku resah kini kehilangan dia.

mungkin ini luka terakhir yang dibuatnya,
dan ini puisi terakhir yang kutulis untuknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar