Selamat Datang di Blog Ayu I'u Gek

Jumat, 01 Juni 2012

PENDEKATAN EKSPRESIF DALAM CERPEN “ROBOHNYA SURAU KAMI”

By: Ayu I'u_Gek

      Ali Akbar Navis yang merupakan pengarang dari cerita pendek ini merupakan seorang tokoh sastra yang terkenal dengan berbagai macam karya sastranya. A.A. Navis mendapat julukan SANG KEPALA PENCEMOOH, lahir di Kampung Jawa, Padang Panjang 17 November 1924. A.A. Navis adalah seorang tokoh yang ceplas-ceplos dan apa adanya. Kritik-kritik sosialnya mengalir dengan begitu liat untuk membangunkan setiap pribadi agar hidup lebih bermakna. Ia pernah mengatakan bahwa kendati menulis adalah alat utamanya dalam kehidupan, tetapi bila ia diberi pilihan ia akan lebih memilih menjadi penguasa untuk menangkap para koruptor. Semangat yang begitu besar dan mungkin sangat jarang ditemukan pada generasi sekarang ini.
    A.A. Navis melahirkan banyak karya monumental, mulai dari cerpen, puisi, novel, cerita anak-anak, penulisan biografi dan otobiografi, sandiwara radio, esai mengenai sosial budaya. Ia bahkan telah menjadi guru bagi banyak sastrawan.  Ia sudah mulai menulis sejak tahun 1950, namun karyanya baru mendapat perhatian dari pimpinan media cetak saat tahun 1955. Saat itu ia telah menghasilkan 65 karya sastra dalam berbagai bentuk. Ia memiliki banyak karya sastra yang terkenal dan salah satunya adalah  cerita pendek Robohnya Surau Kami (1955).
     Karya-karya lainnya yang terkenal diantaranya adalah Bianglala (1963), Hujan Panas (1964), Kemarau (1967), Saraswati, si Gadis dalam Sunyi, (1970), Dermaga dengan Empat Sekoci, (1975), hingga karya terakhirnya yang bertajuk Jodoh (1998). Namun sayangnya sastrawan ini kini telah tiada, ia meninggal pada Sabtu, 22 Maret 2003. Tapi karyanya masih tetap hidup sampai sekarang.

      Robohnya Surau Kami adalah sebuah karya yang sangat unik dan menarik. Dalam cerita pendek ini A.A Navis mengisahkan tentang sesuatu yang berbeda pada masanya. Dimana pada saat itu belum banyak kisah-kisah seperti yang ia angkat dalam ceritanya.
      Judul dari kisah ini sebenarnya sudah merupakan salah satu dari keunikannya. Pada kenyataannya penggunaan judul ini hanya bersifat simbolis karena tidak ada surau yang dikatakan runtuh. Yang dimaksudkan runtuh dalam kisah ini bukanlah hal yang sebenarnya melainkan lebih kepada robohnya nilai-nilai agama dan kepercayaan yang selama ini telah berkembang di masyarakat  dan telah disalah artikan atau diabaikan oleh beberapa orang, terutama di Indonesia.
     Cerita pendek “Robohnya Surau Kami” terpilih menjadi satu dari tiga cerita pendek terbaik majalah sastra tahun 1955 dan merupakan sebuah cerita pendek yang dinilai sangat berani. Kisahnya menjungkirbalikkan logika awam tentang bagaimana seorang alim justru dimasukkan ke dalam neraka karena dengan kealimannya, orang itu melalaikan pekerjaan dunia sehingga tetap menjadi miskin dan menelantarkan anak cucu mereka. Selain itu latar dari cerita ini pun tidaklah biasa karena manampilkan sisi dua dunia yaitu dunia alam nyata dengan alam surga dan neraka. Ditambah lagi dengan ditampilkannya dialog yang terjadi antara Tuhan dan manusia. Sungguh sesuatu hal yang tidak mungkin dan berada di luar logika manusia apalagi cerita ini diciptakan dalam atmosfir kehidupan pada era 50-an.
       Dalam cerita dikisahkan ada sekelompok orang yang mengajukan protes kepada Tuhan sebab telah diputuskan bahwa mereka dimasukkan ke neraka. Padahal semasa hidupnya mereka adalah orang-orang yang telah melaksanakan segala perintah Tuhan. Setelah bertemu dengan Tuhan untuk mengajukan protes dan bertanya jawab dengan Tuhan, pada akhirnya mereka tetap dimasukkan ke neraka. Ini adalah hal yang sangat ironis mengingat mereka adalah orang-orang yang taat dalam melaksanakan perintah-Nya dan selalu berserah diri kepadanya. Ternyata semua yang telah mereka lakukan tidak mendapat ganjaran yang setimpal berupa kebahagiaan pada akhirnya.
       Cerita ini diawali dengan dikisahkannya eskelompok orang yang sedang berangkat untuk bertemu dengan Tuhan. Saat bertemu dengan Tuhan, Tuhan pun bertanya tentang alasan mereka untuk bertemu dengan-Nya. Lalu pimpinan rombongan itu pun maju dan menuntut Tuhan untuk meninjau kembali hukuman yang telah dijatuhkan kepada mereka. Pimpinan rombongan itu adalah seseorang yang bernama Haji Saleh. Sesuatu yang sangat membingungkan karena seorang haji yang bernama Saleh bisa juga ikut dimasukkan ke dalam neraka bersama sekelompok orang yang menurut Haji Saleh adalah orang-orang yang selalu menyembah-Nya, selalu memuji-muji-Nya, dan mempropagandakan keadilan-Nya, selain itu mereka juga selalu menghafal kitab suci-Nya. Ternyata pemilihan nama yang agamais sekalipun tidak dapat menjamin seseorang untuk masuk surga.
       Cerita pendek ini mengindikasikan sebuah kisah yang berlatarbelakangkan kehidupan akhirat dimana manusia akan menghadap Tuhan dan menerima keputusan-Nya apakah mereka mereka akan dimasukkan ke dalam surga atau neraka berdasarkan apa yang telah mereka lakukan di dunia.
Selanjutnya Tuhan menanyakan daerah asal mereka. Dan Haji Saleh pun menjawab bahwa mereka berasal dari Indonesia. Selanjutnya pertanyaan Tuhan adalah poertanyaan pertanyaan yang hanya membutuhkan jawaban “iya atau benar”. Hal ini membuat mereka senang dan menyangka bahwa Tuhan memang telah salah memasukkan mereka ke neraka.
      Pertanyaan selanjutnya Tuhan bertanya apakah Indonesia itukah negeri yang penduduknya sendiri melarat dan lama diperbudak oleh orang lain, lama dijajah oleh kaum penjajah, selalu berkelahi dengan sesame sedang hasil tanahnya orang lain yang mengeruknya, dan karena hasil kekayaan alamnya dikeruk oleh orang lain, maka anak cucu mereka pun ikut melarat.
      Mereka pun mengiyakan bahwa benarlah begitu adanya penduduk Indonesia. Meskipun demikian mereka mengaatkan bahwa mereka sudah tak peduli dengan harta benda itu, yang terpenting adalah mereka beribadat kepada Tuhan saja. Walaupun mereka melarat tapi mereka dan anak cucunya tetap menghafal kitab-Nya di luar kepala.
     Maka sampailah pada pertanyaan dimana Tuhan berkata “ Tapi seperti kamu juga, apa yang disebutnya tidak dimasukkan ke dalam hatinya, bukan?”
       Namun hal ini disangkal oleh mereka semua. Kemudian Tuhan menjelaskan bahwa jika memang benar mereka telah membaca kitab suci-Nya, maka tentulah mereka tidak hanya akan beribadah saja, melainkan juga beramal. Bekerja dan beramal untuk memperbaiki nasib mereka dan anak cucu mereka. Akhirnya Tuhan pun mengakhiri kata-katanya dengan  menetapkan bahwa mereka memang sudah tepat untuk masuk dan berada di dalam neraka.
      Melalui perkataannya Tuhan ingin menyadarkan mereka bahwa persepsi agama bukan hanya ditekankan pada menyembah dan memuji Tuhan. Namun harus ada keseimbangan antara kehidupan duniawi dan kehidupan akhirat / rohani. Haji Saleh adalah contoh yang paling nyata yang dapat diambil dari kutipan cerita ini. Segala title, nama, dan amal ibadahnya tidak bisa menolongnya untuk mengantarkannya masuk ke dalam surga.
        Di akhir kutipan cerita dikisahkan bahwa Tuhan akhirnya menjelaskan alasannya mengapa Dia memutuskan untuk memasukkan mereka ke dalam neraka. Tuhan mengatakan bahwa mereka lebih suka beribadah dibandingkan mengerjakan yang lainnya. Itu disebabkan karena beribadah tidak mengeluarkan peluh dan tidak membanting tulang. Tuhan juga mengatakan bahwa mereka hanya bias membaca dan menghafal isi kitab-Nya di luar kepala tanpa mau menjalankan isinya. Sedang Tuhan menyuruh semua umat-Nya untuk beramal disamping beribadah.
      Disini Tuhan melihat dan mengetahui bahwa segala amal ibadah mereka bukan lagi berdasarkan atas kesadaran mereka untuk menjalankan perintah agama, melainkan untuk menghindari kehidupan duniawi yang melelahkan sebab setiap orang harus berusaha dan bekerja untuk bertahan hidup. Segala amal ibadah yang mereka lakukan selama di dunia tidak lagi berdasarkan niat yang ikhlas berasal dari hati mereka sehingga semua itu tidak berarti apa-apa dihadapan Tuhan. Dan jika mereka mengaku telah menjadi pemuja-Nya yang taat dan patuh, tentunya mereka tidak akan saling menipu dan saling memeras.
       Kembali lagi mengenai pemunculan karakter Tuhan dalam cerita pendek ini. Pemunculan seperti ini hanya ada dalam cerita pendek “Langit Makin Mendung” karya Kipanjikusmin dan cerita pendek “Robohnya Surau Kami” karya A.A. Navis. Akan tetapi, kedua cerita pendek ini tetap saja berbeda. Cerita pendek A.A. Navis ini lebih banyak mengingatkan kita untuk selalu bekerja keras sebab kerja keras adalah bagian penting dari ibadah seorang muslim. Sungguh sebuah cerita yang dapat digolongkan sebagai cerita pendek yang  relijius, namun begitu ringkas dengan kesan mendalamnya bagi orang-orang yang berpikir.
       Cerita pendek Kipanjikusmin muncul dengan membawa kehebohan yang begitu luar biasa di kalangan umat Islam sehingga harus berhadapan dengan hukum. Sedangkan cerita pendek A.A. Navis muncul dengan membawa “kejutan” karena ceritanya menyindir pelaksanaan kehidupan beragama secara luar biasa tajamnya. Di dalam cerita pendek “Langit Makin Mendung” Tuhan dan malaikat diimajinasikan dengan kuat sekali, jelas jika kemudian hal ini mengundang kontroversi karena dalam agama islam itu sendiri terdapat larangan untuk melukiskan atau mengimajinasikan rupa Tuhan. Sedangkan dalam cerita pendek “Robohnya Surau Kami” tidaklah seperti itu. Itulah sebabnya cerpen A.A. Navis tidak pernah berhadapan dengan hukum.

       Dari kutipan cerita pendek yang berjudul “Robohnya Surau Kami” kita dapat mengambil banyak pesan yang sangat penting dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan kita. Pesan-pesan itu antara lain:
  • Jadilah umat / penyembah Tuhan yang berbakti tinggi kepada-Nya, namun jangan pernah melupakan tugas dan kewajiban kita sebagai manusia, yaitu untuk selalu bekerja, beramal, dan berbuat baik kepada sesame. Sebab kita hidup tidaklah sendiri melainkan dengan banyak orang lain disekitar kita.
  • Berhati-hatilah dalam berbicara, sebab apa yang baik menurut kita belum tentu baik menurut orang lain. Lidah adalah senjata yang paling tajam untuk melukai seseorang dan hanya karena lidah dapat membuat kita saling membunuh satu sama lain.
  • Belajarlah untuk bertanggungjawab atas perbuatan yang kita lakukan dan jangan pernah lari dari masalah. Hadapilah masalah itu sebagai ujian yang akan membawa kita pada pendewasaan diri dan spiritual yang akan membuahkan kedamaian hidup.
  • Hiduplah sesuai dengan kodrat kita sebagai mekhluk sosial dan jangan hanya mementingkan diri sendiri.
  • Bunuh diri bukanlah jalan yang baik untuk menyelesaikan masalah tapi hanya akan menimbulkan masalah yang baru.
  • Lakukanlah segala sesuatunya dengan ikhlas dan tanpa berdasarkan pamrih atau takut akan sesuatu yang berakibat buruk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar