Selamat Datang di Blog Ayu I'u Gek

Kamis, 31 Mei 2012

ANALISIS FENIMISME PUISI NUR WAHIDA IDRIS

PEMBERONTAKAN DALAM
JIWA YANG TERSEKAP

Ayu I’u Gek

Jiwa yang Tersekap

     Menjadi judul dari puisi yang ditulis oleh Nur Wahida Idris. Entah apa yang ingin ditunjukkan oleh penulis melalui puisinya. Bagaikan suatu pernyataan kepedihan yang dialami penulis. Atau mungkin juga suatu kemarahan terpendam atas apa yang ia rasakan, yang hanya dapat ia katakan lewat goresan penanya. Terkadang saat kita tak mampu lagi berkata, hanya pena dan kertaslah yang setia menjadi saksi cerita kita.

salam bagi jiwaku
salam bagi jiwa-jiwa yang teraniaya

     Nur Wahida Idris memulai dengan mengucapkan salam pada jiwanya dan salam pada jiwa-jiwa lain yang teraniaya. Saya sendiri bertanya, mengapa salam itu harus tertuju pada jiwa-jiwa yang teraniaya? Sehingga sampailah pada satu kesimpulan bahwa sebenarnya ada semacam tekanan yang ia rasakan dalam dirinya. Dari tulisannya penulis ingin melepaskan diri dari tekanan tersebut dan ia yakin bahwa sebanarnya masih banyak orang-orang yang merasakan hal yang sama seperti yang ia rasakan.
      Pernyataan ini diperkuat dengan adanya larik: segala yang tampak dan tak sanggup kau rasakan/ datang bagai sekawanan burung yang menyergap dalam gelap//
    Puisi ini menyatakan perasaan penulis yang meledak-ledak tentang perasaannya. Ia ingin mengatakan pada orang-orang bahwa ia itu ada dan orang lain tidak berhak untuk mengekang hidupnya. Yah, tidak ada orang yang mau dikurung. Setiap orang pasti ingin bebas dan menikmati hidupnya.
      Namun justru saya menemukan hal yang aneh dari puisi ini. Mengapa keinginan-keinginannya itu justru ia ungkapkan dengan kata ‘kau’, sebab menurut saya pernyataan itu justru ingin ia tunjukkan pada dirinya sendiri. Selain itu apa sebenarnya yang ingin ditunjukkan penulis melalui kata ‘tuhan’ yang ia tuliskan dengan huruf kecil? Adakah makna lain dalam kata tersebut yang bahkan tidak hanya dituliskan satu kali namun berkali-kali?

apa yang kau tuhankan dalam dirimu yang kalut/ yang mengeras ketakutan di dinding ketidaktahuanmu itu//
bacalah dengan nama tuhanmu
yang menajak jalan sempitmu ke rumah tuhan
ke rumah tuhan? Di amna tuhan kau rumahkan?
tuhan terusir bersama hama dan pagi yang celaka

      Tuhan disini bukanlah menunjuk pada arti kata Tuhan yang sebenarnya sebagai Ia Yang Maha Kuasa, melainkan merujuk pada kekolotan dan kerendahan lelaki dalam memandang perempuan. Penulis ingin agar laki-laki mau mengerti dan memahami kelembutan hati wanita yang tidak hanya untuk dianiaya tetapi juga untuk diberi kesempatan yang sama untuk mendapatkan hak-hak hidup, baik hak untuk menuntut pendidikan maupun untuk mengeluarkan pendapat.

bacalah, dengan nama tuhanmu!
dan kitab-kitab yang kau hempaskan ke dalam diri
sebelum kata-kata menjadi ajal
bagi doa-doa kepayang di urat lehermu

bacalah! Sebelum darah mereka yang kau nistakan
menjadi anggur yang memabukkan di altar yang damai,
ladang dan kebun selayang pandang yang menyekap masa kanakmu
bagai katak yang berjalan dalam kabut
dan keyakinan yang berkembang menjadi absurd!

    ‘Bacalah’ menjadi pilihan kata yang memulai kedua bait puisi tersebut. Mengapa harus kata tersebut? Karena itulah yang menjadi roh dari puisi ini. Nur Wahida Idris ingin menyampaikan kepada kita bahwa hidup akan semakin hidup bila kita rajin membaca, sebab dengan membaca cakrawala pengetahuan kita akan terbuka.
        Namun pada puisi ini ada pengkhususan kata membaca yang sebenarnya ingin ia tunjukkan pada para perempuan. Sebab sejak zaman dahulunya perempuan selalu dilarang untuk ‘pintar’. Perempuan tidak boleh bersekolah dan menuntut ilmu, perempuan tidak boleh membaca buku-buku seperti bacaan para laki-laki. Itulah yang menyebabkan perempuan selalu terbelakang dan laki-laki selalu menang. Perempuan hanya tameng yang dapat diunggulkan dalam “kasur, dapur, dan sumur.
       Melalui puisinya penulis ingin mengubah dan menentang anggapan tersebut. Kini tak hanya lelaki yang bisa bersekolah dan menikmati pendidikan. Perempuan juga harus memiliki hak yang sama dalam menikmati dan mendapatkan pendidikan. Perempuan juga harus pintar seperti layaknya laki-lakai agar tidak selalu dibodoh-bodohi oleh kaum laki-laki.
       Akhirnya kemajuan perempuan mulai terbuka dengan adanya gerakan yang dilakukan oleh Raden Ajeng Kartini dalam usahanya ‘emansipasi wanita’ setidaknya pergerakan itu sedikit banyak dapat membantu perempuan bangkit dari keterpurukannya.
          Pendidikan itu penting untuk didapatkan dan dinikmati oleh siapaun. Tidak memandang apakah orang itu perempuan, laki-laki, anak-anak, orang tua, miskin, kaya, maupun orang cacat sekalipun. Hal ini sudah jelas diatur dalam UUD 1945 BAB XA mengenai HAK ASASI MANUSIA, pasal 28C ayat 1, yang menyatakan bahwa : “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.”
        Selain itu dalam UUD 1945 pun dituangkan juga mengenai pendidikan secara menyeluruh dalam BAB XIII mengenai PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, pasal 31 yang terdiri dari 5 ayat. Pada bab ini mengatur tentang hak warga negara untuk mendapat pendidikan, tujuan pendidikan nasional, anggaran pendidikan, dan kewajiban pemerintah unutk memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi.
       Oleh sebab itu, tidak ada lagi yang dapat menghalangi siapapun untuk mendapatkan pendidikan yang layak.

di ladang dan kebun daun-daun yang dimakan ulat
tuhan terusir bersama hama dan pagi yang celaka
sedang matahari tak memberkahi ingatan pada malam

salam bagi jiwamu
salam bagi jiwa-jiwa yang tersekap diantara siang dan malam!

       Dalam akhir puisinya pun Nur Wahida Idris sempat mengungkapkan titik terang kemajuan wanita tersebut. Larik-larik di atas dapat mewakili kepercayaan akan terbukanya kesempatan yang baru bagi kaum perempuan untuk mendapatkan kebebasan dalam berekspresi. Namun dalam mencapai dan menjalani kebebasan tersebut para perampuan tidak boleh melencengkan diri dari kodrat dan status sosialnya di masyarakat.
       Apapun yang terjadi dalam gejolak perjalanan hidup manusia (laki-laki dan perempuan), tidak dapat dipungkiri bahwa nantinya mereka akan tetap hidup berdampingan dan saling menguatkan satu sama lain. Sudah takdirnya laki-laki dan perempuan diciptakan berpasang-pasangan dan menjalani hidup ini dalam jalinan kasih yang suci.

Analisis Cerpen “Cantik” Karya Putu Wijaya


Makna Cantik dari Permainan Elit

Ayu I'u_Gek

     “Cantik” adalah salah satu cerpen yang diciptakan oleh Putu Wijaya sebagai hasil dari ide kreatifnya dalam menulis. Cerpen ini secara umum menceritakan tentang kehidupan para petinggi negara kita yang hidupnya mau seenaknya saja dalam menggunakan kekuasaannya. Bisa dikatakan cerpen ini dibuat atas dasar sindiran kepada mereka yang berkuasa.
     Putu Wijaya (sastrawan serba bisa) dilahirkan di Tabanan, Bali, 11 April 1944. Karya-karya penulis dramawan dan cerita pendek paling produktif di Indonesia yang atas undangan Fulbright pernah mengajar di Amerika Serikat antara 1985-1989, antara lain: Telegram (1972; novel yang memenangkan hadiah Sayembara Mengarang Roman DKJ 1971), Stasiun (1977; novel pemenang hadiah Sayembara Mengarang Roman DKJ 1971), Dar-Der-Dor (1996), Aus (1996), Zigzag (1996), Tidak (1999). Sejumlah karyanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Belanda, Rusia, Perancis, Jerman, Jepang, Arab, dan Thailand. Pada tahun 1991, atas prestasi dan pencapaiannya dalam bidang kebudayaan, ia menerima Anugerah Seni dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
      Nama aslinya adalah I Gusti Ngurah Putu Wijaya tapi biasa disebut Putu Wijaya. Tidak sulit untuk mengenalinya karena topi pet putih selalu bertengger di kepalanya. Kisahnya, pada ngaben ayahnya di Bali, kepalanya digundul. Kembali ke Jakarta, selang beberapa lama, rambutnya tumbuh tapi tidak sempurna, malah mendekati botak. Karena itu, ia selalu memakai topi.
      Ia sudah menulis kurang lebih 30 novel, 40 naskah drama, sekitar seribu cerpen, ratusan esei, artikel lepas, dan kritik drama. Ia juga menulis skenario film dan sinetron. Sebagai dramawan, ia memimpin Teater Mandiri sejak 1971, dan telah mementaskan puluhan lakon di dalam maupun di luar negeri. Puluhan penghargaan ia raih atas karya sastra dan skenario sinetron.
      Harian Kompas dan Sinar Harapan kerap memuat cerita pendeknya. Novelnya sering muncul di majalah Kartini, Femina, dan Horison. Memenangkan lomba penulisan fiksi baginya sudah biasa. Sebagai penulis skenario, ia dua kali meraih piala Citra di Festival Film Indonesia (FFI), untuk Perawan Desa (1980), dan Kembang Kertas (1985). Sebagai penulis fiksi sudah banyak buku yang dihasilkannya. Di antaranya, yang banyak diperbincangkan: Bila Malam Bertambah Malam, Telegram, Pabrik, Keok, Tiba-Tiba Malam, Sobat, Nyali.
      Putu yang dilahirkan di Puri Anom, Tabanan, Bali pada tanggal 11 April 1944, bukan dari keluarga seniman. Ia bungsu dari lima bersaudara seayah maupun dari tiga bersaudara seibu. Ia tinggal di kompleks perumahan besar, yang dihuni sekitar 200 orang, yang semua anggota keluarganya dekat dan jauh, dan punya kebiasaan membaca. Ayahnya, I Gusti Ngurah Raka, seorang pensiunan punggawa yang keras dalam mendidik anak. Semula, ayahnya mengharapkan Putu jadi dokter. Namun, Putu lemah dalam ilmu pasti. Ia akrab dengan sejarah, bahasa, dan ilmu bumi.
  • Landasan
       Karya sastra merupakan wujud dan bentuk dari perilaku yang diciptakan, contoh karya sastra yang sederhana adalah cerpen. Cerpen merupakan karya sastra yang  menarik dan sederhana. Menceritakan sebuah konflik secara singkat dan lugas, namun memiliki unsur-unsur sastra yang menarik. Cerpen yang di analisis adalah cerpen karya Putu Wijaya. Putu Wijaya merupakan salah seorang sastrawan yang produktif. Karya-karya Putu Wijaya banyak mendapatkan tanggapan dari para kritikus sastra. Berbagai komentar terhadap novel-novel Putu Wijaya baik yang bersifat sekilas atau yang sifatnya mendalam dalam bentuk esei bermunculan di media massa, buku, maupun dalam forum-forum seminar. Cerpen dan karya-karya Putu Wijaya menarik dan dikenal oleh masyarakat, sehingga menarik untuk dianalisis.
      Berikut ini akan dicoba untuk sedikit menelaah gambaran salah satu cerpen karya Putu Wijaya yaitu cerpen “Cantik.”
  • Alur dan Pengaluran
       Cerpen “Cantik” menyajikan suatu episode kisah yang runtut dan teratur dari awal mula kisah hingga akhir kisahnya yang mengejutkan. Cerpern ini terdiri dari tiga buah bagian. Bagian pertama menyajikan dialog yang terjadi antara gubernur dan Panitia Pemilihan Ratu Kecantikan (sekuen 1-7). Bagian kedua mengisahkan tentang perundingan anggota panitia untuk menanggapi hasil dialog bersama gubernur (sekuen 8-9). Dan bagian ketiga menggambarkan tentang hasil pemilihan ulang Ratu Kecantikan yang tetap tidak disetujui oleh gubernur (sekuen 10-14).
     Cerpen dengan sebagian tokoh nyata namun abstrak ini diawali dengan deskripsi suasana pertemuan antara gubernur dan Panita Pemilihan Ratu Kecantikan, kemarahan gubernur pada Panita Pemilihan Ratu Kecantikan (sekuen 1). Cerita berlanjut pada tanggapan panitia atas kemarahan gubernur (sekuen 2), tindakan gubernur menanggapi jawaban Panitia Pemilihan Ratu Kecantikan (sekuen 3). Dan deskripsi percakapan antara gubernur dan Panitia Pemilihan Ratu Kecantikan (sekuen 4).
      Dalam diskusi itu terjadi perdebatan panjang antara gubernur dan Panitia Pemilihan Ratu Kecantikan hingga menghasilkan keputusan bahwa pemenang Pemilihan Ratu Kecantikan bukanlah dari pilihan panitia melainkan pilihan masyarakat yang mengirimkan kartu pos kepada panitia. Agar hal tersebut diketahui oleh masyarakat maka gubernur meminta kepada Panitia Pemilihan Ratu Kecantikan untuk mengumumkannya kepada publik, seperti dipertegas dalam sekuen berikutnya, tindakan gubernur agar panitia mengumumkan hasil lomba bukan dari pilihan mereka (sekuen 5). Namun panitia menolak permintaan gubernur (sekuen 6) karena hal tersebut telah diketahui oleh masyarakat umum. Kembali terjadi perdebatan antara gubernur dan Panitia Pemilihan Ratu Kecantikan hingga akhirnya gubernur marah besar dan meyatakan bahwa mereka bukanlah pemenang Pemilihan ratu kecantikan dan kemenangan mereka adalah palsu sehingg tetap harus diadakan pemilihan ulang. Ini adalah keputusan final gubernur dan ia tidak mau keputusannya diganggu gugat. Ini dipertegas dalam sekuen berikutnya, perilaku gubernur yang menginginkan agar permintaannya tetap dipenuhi (sekuen 7).
      Bagian kedua ditandai dengan adanya deskripsi selesainya pertemuan antara gubernur dan Panitia Pemilihan Ratu Kecantikan (sekuen 8). Dialog dihentikan karena gubernur harus pergi ke luar negeri untuk menghadiri festival yang diadakan oleh negara sahabat. Tindakan panitia untuk memenuhi permintaan gubernur untuk melakukan pemilihan ulang (sekuen 9)  dilakukan karena pihak perusahaan meminta dilakukannya pemilihan ulang agar citra majalah mereka tidak rusak dimata masyarakat. Akhirnya Pemilihan Ratu Kecantikan diulangi dan menghasilkan keputusan yang lumayan mengejutkan.
      Hasil keputusan yang ternyata tidak memenuhi kriteria membuat gubernur terkejut dan mengeluh (sekuen 10) di hadapan para wartawan. Gubernur kembali memanggil para panitia untuk berdialog kembali untuk membahas hal itu (sekuen 11). Percakapan menghasilkan keputusan bahwa masyarakat telah salah memilih karena memilih wanita adam sebagai pemenang Ratu Kecantikan. Hal ini membingungkan panitia karena harus diadakan pemilihan ulang. Tapi ternyata gubernur tidak menginginkan pemilihan ulang melainkan ia mengeluarkan secarik kertas yang berisikan nama-nama yang akan menggantikan nama-nama pemenang hasil pemilihan Ratu Kecantikan yang kedua (sekuen 12-14).
       Kini sampai pada penentuan fungsi utama. Urutan fungsi utama cerpen “Cantik” adalah:
  1. Pertemuan antara gubernur dan Panitia Pemilihan Ratu Kecantikan karena gubernur kecewa pada  hasil pemilihan.
  2. Diadakannya pemilihan ulang untuk memilih Ratu Kecantikan yang berasal dari Putri Daerah
  3. Hasil pemilihan ulang mengecewakan gubernur sebab dimenangkan oleh 5 wanita adam.
  4. Gubernur membatalkan hasil pemilihan ulang dan meminta panitia mengganti nama-nama pemenangnya berdasarkan nama-nama yang telah ia tuliskan dalam secarik kertas.

        Cerpen ini berawal dari pertemuan antara gubernur dan panitia pemilihan ratu kecantikan karena gubernur kecewa pada hasil pemilihan (FU 1). Gubernur lalu meminta diadakan pemilihan ulang untuk memilih ratu kecantikan yang berasal dari Putri Daerah (FU 2). Panitia lalu melaksanakan pemilihan ulang untuk memilih ratu Kecantikan, namun sayangnya hasil dari pemilihan ulang tersebut mengecewakan gubernur karena dimenangkan oleh 5 wanita adam (FU 3). Hal ini menyebabkan gubernur membatalkan hasil pemilihan ulang dan meminta panitia untuk mengganti nama-nama pemenangnya berdasarkan nama-nama yang telah ia tuliskan dalam secarik kertas (FU 4).
  • Tokoh
       Tokoh pertama yang kita temui dalam cerpen adalah Gubernur. Di Indonesia gubernur adalah jabatan yang dipegang oleh seseorang yang memimpin suatu provinsi. Gubernur dikisahkan tidak menyetujui hasil Pemilihan Ratu Kecantikan karena tidak dimenangkan oleh Putri Daerah.
“Gubernur marah besar. Panitia pemilihan Ratu Kecantikan 2008 dipanggil. Mereka dicecer dengan berbagai pertanyaan. Mengapa dari 9 wanita tercantik pilihan masyarakat tidak seorang pun adalah putri daerah?”

      Gubernur dikisahkan sebagai seseorang yang otoriter dan mau menang sendiri. Apa yang dikatakannya harus diikuti dan tak boleh dibantah.
“Tidak bisa! Saudara harus mengumumkan bahwa 9 wanita tercantik ini bukan pilhan kita, tapi pilihan yang mengirim jawaban saja.”

       Sementara kutipan dibawah ini menggambarkan bahwa gubernur berwatak egois dan licik.
“Tidak usah! Tapi ganti pemenangnya dengan ini!”
Gubernut mengeluarkan secarik kertas dari kantungya.
“Cabut nama-nama itu dan gantikan dengan nama-nama ini! Kita bukan masyarakat yang sakit!”

      Tokoh kedua yang terlihat adalah para Panitia Pemilihan Ratu Kecantikan. Mereka terkesan penurut dan tunduk pada apa saja yang diperintahkan oleh gubernur. Semua yang diucapkan oleh gubernur harus mereka turuti.
” Setelah mempertimbangkan masak-masak, panitia mengambil jalan tengah. Keputusan pemenang dibatalkan, karena dianggap ada indikasi sudah terjadi kekisruhan akibat kurangnya kriteria. Pemilihan akan akan diulang.”

        Dalam kutipan di bawah ini dapat diketahui bahwa watak para panitia adalah penakut.
“Panitia tidak berani menjawab. Gubernur sedang asyik dengan kemarahannya. Kalau dipotong bisa parah.”

      Dan tokoh yang ketiga adalah pihak perusahaan. Dalam cerpen ini tidak banyak dikisahkan tentang mereka. Dari cerita dapat diketahui bahwa tokoh pihak perusahaan digambarkan penakut, sebab mereka takut kehilangan citra dihadapan masyarakat.
“Para panitia segera berunding. Kemudian pihak perusahaan mendesak agar himbauan Gubernur dilaksanakan, karena menyangkut keselamatan majalah.”
  • Latar
        Latar ini dimaksudkan untuk memperkuat ide cerita dan membangkitkan emosi dalam membaca sehingga mudah memahamai apa maksud / isi dari cerita. Latar/setting juga dapat membantu menjelaskan pokok ide atau masalah yang sedang berlangsung.
     Dalam latar cerpen “Cantik” dimulai pada latar suasana dimana pada latar suasana itu terjadi pertemuan antara gubernur dan Panitia Pemilihan Ratu Kecantikan. Dalam pertemuan tersebut terjadi dialog dan perdebatan hingga akhir pertemuan. Latar suasana juga terlihat pada akhir cerita yang kembali menyajikan dialog antara gubernur dan Panitia Pelaksana Ratu Kecantikan.
     Latar kedua yang ditampilkan dalam cerita adalah latar tempat, yaitu Bandara. Latar tempat juga disatukan dengan latar suasana sebab pada saat di bandara gubernur sempat mengadakan wawancara dengan wartawan.
“Hasilnya amat mengagetkan. Dari sembilan wanita tercantik di dalam negeri, ternyata lima di antaranya adalah wadam. Memang cantik tetapi sebenarnya lelaki. Guberbur yang baru pulang dari luar negeri terkejut. Di bandara, ia sudah ngomel di depan para wartawan, karena merasa tidak puas.”
  • Tema
         Yang mendasari tema dari cerpen “Cantik” ini adalah konflik. Tema ini dijumpai pada peristiwa dalam cerpen.
       Motif yang membangun tema dalam cerpen adalah adanya pertentangan antara gubernur dan Panitia Pemilihan Ratu Kecantikan. Gubernur mempersalahkan prosedur pemilihan yang dilakukan oleh panitia dan bahkan bukan hanya satu kali. Pertentangan demi pertentangan serta dialog perdebatan terjadi dalam cerpen ini. Hal ini memperkuat  ide/tema yang mendasari terciptanay cerpen “Cantik.” Pertentangan ini terlihat pada kutipan:
“Tidak perlu, Pak, sebab mereka sudah tahu.”
“Tidak bisa! Saudara harus mengumumkan bahwa 9 wanita tercantik ini bukan pilihan kita, tapi pilihan yang mengirim jawaban saja.

     Pertentangan ini tidak berhenti hanya sampai disini. Pertentangan berlanjut sampai pada dikeluarkannya keputusan kedua hasil pemilihan ratu kecantikan. Kutipan pertentangan tersebut terlihat pada:
“Maksud Bapak kami harus mengulangi pemilihan ini sekali lagi?”
“Tidak usah! Tapi ganti pemenangnya dengan ini!”
Gubernur mengeluarkan secarik kertas dari kantungya.
“Cabut nama-nama itu dan gantikan dengan nama-nama ini! Kita bukan masyarakat yang sakit!”
  • Konteks Zaman
      Cerpen “Cantik” merupakan cerminan sifat universal manusia. Tokoh-tokah dalam cerpen menggambarkan kecenderungan sifat-sifat manusia dalam menghadapi hidupnya. Gubernur menggunakan kekuasaaannya untuk menekan para panitia yang dianggapnya lemah dan membutuhkan dirinya yang berkuasa untuk mendapatkan sedikit keringanan dalam hidupnya.
       Para panitia yang berada di bawah kekuasaan gubernur merasa takut untuk melawan keinginan gubernur, sebab gubernur memiliki kekuasaan yang besar untuk menghancurkan hidup mereka. Dalam dunia ini seolah-olah belaku hukum rimba, yaitu siapa yang kuat maka dia yang akan menang. Hal ini menyebabkan mereka dengan setia mengikuti apa yang dikatakan oleh gubernur.
     Dan tokoh pihak perusahaan demi menjaga image dan martabat perusahaannya, rela melakukan apa saja agar imagenya tetap terjaga dimata masyarakat.
      Secara menyeluruh cerpen ini mengambarkan tipe-tipe atau cara-cara yang dilakukan oleh masing-masing orang untuk menjalankan kehidupannya agar tetap hidup dalam keadaaan yang  nyaman dan menguntungkan. Setipa orang menghalalkan segala cara agar tetap dapat bertahan hidup. Suatu gambaran kehidupan yang tidak hanya ada dalam goresan pena (karya sastra) semata tetapi dapat dengan nyata kita lihat dalam kehidupan manusia sehari-hari.
  • Penutup
      Setelah menelaah cerpen “Cantik” karya Putu Wijaya, maka didapat beberapa kesimpulan berikut.
        Pengaluran cerpen “Cantik” tergolong sederhana. Melalui pengalurannya pembaca dapat dengan mudah memahami apa yang dimaksud oleh penulis melalui karyanya. Dalam cerpen ini ditemukan sekuen yang berulang yaitu pertemuan antara gubernur dan Panitia Pemilihan Ratu kecantikan (sekuen 1 dan 11) serta percakapan antara gubernur dan Panitia Pelaksana ratu kecantikan (sekuen 4 dan 12). Meskipun cerpen ini lebih didasarkan pada dialog yang terjadi antar tokoh, namun cerpen ini memiliki fungsi utama yang saling berkaitan satu sama lainnya.
       Penokohan dalam cerpen tidak dijelaskan secara fisik namun melalui dialog-dialog yang terjadi antar tokohnya. Yang menonjol dari cerpen ini adalah sifat tokoh yang tergolong sok berkuasa (egois) dan penurut serta tunduk pada atasan. Cerpen ini memberikan gambaran persoalan kehidupan manusia pada umumnya.
     Berdasarkan sekuen-sekuen yang ada, dapat ditelaah bahwa cerpen ini mengangkat tema kekuasaan dapat membuat manusia lupa pada daratan. Dengan kekuasaan yang dimiliki manusia selalu ingin dihormati dan dituruti keinginannya. Melalui penggmabaran tersebut, cerpen ini dapat dikatakan memiliki nuansa sindiran.


Daftar Urutan Sekuen Cerpen “Cantik”
  1. Deskripsi suasana pertemuan antara gubernur dan Panita Pemilihan Ratu Kecantikan : kemarahan gubernur kepada panitia (= sekuen 11).
  2. Tanggapan panitia atas kemarahan gubernur.Tindakan gubernur menanggapi jawaban Panita Pemilihan Ratu Kecantikan.
  3. Deskripsi percakapan antara gubernur dan Panita Pemilihan Ratu Kecantikan (= sekuen 12).
  4. Tindakan gubernur agar panitia mengumumkan hasil lomba bukan dari pilihan mereka.
  5. Tindakan panitia menolak permintaan gubernur.
  6. Perilaku gubernur yang tetap menginginkan agar permintaannya dipenuhi.
  7. Deskripsi suasana selesainya pertemuan antara gubernur dan Panita Pemilihan Ratu Kecantikan
  8. Tindakan panitia dalam memenuhi permintaan gubernur dengan melakukan pemilihan ulang.
  9. Keluhan gubernur terhadap hasil pemilihan ulang.
  10. Deskripsi pertemuan gubernur dengan Panita Pemilihan Ratu Kecantikan (= sekuen 1).
  11. Percakapan gubernur dengan Panita Pemilihan Ratu Kecantikan (= sekuen 4).
  12. Keluhan panitia kepada gubernur karena akan diadakan pemilihan ulang Ratu Kecantikan.
  13. Tindakan gubernur menjawab keluhan panitia dengan mengeluarkan secarik kertas yang berisikan nama-nama pengganti pemenang Pemilihan Ratu Kecantikan.

ANALISIS PUISI “MOMENTO MORI” KARYA BODE RISWANDI

   By:  Ayu I'u_Gek 
     

     Puisi Bode Riswandi yang berjudul ‘Momento Mori’ ini terdiri dari tiga stanza dan dua puluh satu larik. Setiap stanza terdiri dari tujuh larik. Sebuah puisi yang memperkenalkan tema yang hangat dan baru.
      Menurut saya puisi Bode Riswandi yang berjudul Momento Mori ini mengandung makna tentang perpaduan antara kehidupan nyata dan kehidupan rohani baik yan dialami oleh penulis sendiri maupun dari pengalaman orang lain.
      Dari pemahaman saya, puisi ini seolah menceritakan sebuah kisah yang mungkin pernah dialami oleh penulis atau mungkin diambil dari pengalaman orang lain yang pernah didengar oleh penulis.
       Menurut pandangan saya, puisi ini menjelaskan suatu perjalanan rahasia yang bersifat rohani dari diri seseorang yang sempat mengalami ‘mati suri’. Biasanya orang-orang yang pernah mengalami mati suri pada saat sadarnya pasti dpat menceritakan kembali semua suasana dan kejadian yang sempat dialaminya pada saat berada di alam yang berbeda dengan kita tersebut.
      Sebenarnya saya juga mengalami banyak kesulitan untuk memahami puisi ini. Tetapi, entah mengapa tiba-tiba saya terilhami dari beberapa kalimat yang termuat dalam puisi dan dapat menguatkan pemikiran saya dalam pengambilan makna dari puisi ini.
       Di dalam puisi ini penulis ingin mambagi sedikit cerita tentang kehidupan yang berbeda dengan kahidupan kita di dunia yang  nyata ini. Kata-kata yang dipakai oleh penulis sangat kuat menyatakan makna demi makna yang mewakili maksud dari penciptaan puisi ini.
      Bagi saya, puisi ini adalah puisi yang baru pertama kali saya baca. Jadi butuh lumayan waktu untuk memahaminya,apalagi tema dalam puisi ini berbicara tentang dunia yang lain. Sebuah dunia yang belum pernah kita lihat/ketahui sebelumnya. Pemahaman akan makna yang terkandung dalam puisi ini dapat saya ambil dari penggalan-penggalan kalimat puisi ini, seperti :

     Tak sampai air menahanku berangkat dari sini.
     Kalimat ini mengandung makna bahwa bila telah tiba saatnya ajal akan datang menjemput, maka tidak ada satupun orang yang dapat mencegah kehendak Tuhan tersebut. Kita sebagai makhluk ciptaannya hanya dapat  menerima semua yang telah Ia goreskan dalam hidup kita. Kita harus percaya bahwa Tuhan itu maha adil dan maha mengasihi. Apa yang Ia takdirkan dalam hidup kita berarti itulah yang terbaik yang harus kita jalani.

        Di ruang tunggu stasiun itu, ia menungguku tiba.
       Lirik ini seakan menyatakan bahwa penulis seakan-akan melihat sesosok malaikat (pendaran cahaya) yang akan menjemputnya untuk membawanya ke alam fana. Sesuatu yang aneh namun nyata dalam penglihatan mata batin penulis saat ia melihat semua kejadian itu. Pengalaman rohani memang terkadang tidak bisa dijelaskan oleh akal sehat. Tetapi apapun itu, semua kejadian tersebut ada dan nyata, hanay kita saja yang tidak pernah mengetahuinay atau bahkan tidak pernah mau tahu.
Turun dari gerbong kereta yang berbeda.
      Penulis seperti ingin melukiskan bahwa seseorang yang menunggunya tersebut berbeda dengannya. Mungkin saja makhluk tersebut belum pernah ia lihat sebelumnya dan berdiri di arah yang berlawanan dengannya. Pemandangan yang ganjil dalam pemikiran penulis. Makhluk aneh tersebut tidaklah lain adalah malaikat sebagai utusan Tuhan yang aka menjemput jiwanay untuk pergi dari raganya.

      Kemanakah asap di cerobong itu terbang.
      Yang menjadi penguat/penekanan dalam kaliamat ini adalah kata asap dan kata terbang.Menurut saya ini seolah-olah sebuah pernyataan hati penulis yang pada saat itu sedang berada dalam alam batas sadarnya yang seakan bertanya-tanya dalam hati, kemanakah jiwanya akan pergi setelah ini. Dan mungkin pertanyaan ini juga terus bergema di hati orang-orang yang akan ditinggalkan oleh penulis untuk selama-lamanya. Penulis merasa kebingungan melihat segala sesuatu yang ada dihadapannya pada saat itu, sehingga pertanyaan “dimana aku, akan kemanakah aku, dan siapa orang-orang itu’ selalu melayang-layang dalam pikiranya.

        Dengan wajah riang ia melambai di persimpangan.
       Kalimat ini seolah sebuah pernyatan bahwa di tengah kebingungannya itu ia melihat ada sesosok orang yang seakan memanggilnya untuk mendekat padanya. Orang tersebut seakan ingin menunjukkan jalan yang harus ditempuh oleh sang jiwa untuk menuju pada tempatnya yang berbeda dengan tempat yang selama ini ia tinggali/huni (dunia nyata/bumi).

          Jarak dan usia jadi sebentuk wajah kembara.
     Dalam penglihatan mata penulis ia seolah merasa berada dalam suatu bayangan yang menuntutnya untuk memilih jalan. Ia harus segera memutuskan akan mengikuti jalan yang mana. Sebab dalam penglihatannya ada banyak jalan di hadapannya. Hal ini semakin menambah kebimbangan dalam jiwa penulis. Ia seolah melihat bayangan demi bayangan masa hidupnya yang sebentar lagi akan ia tinggalkan dan ini menimbulkan pedih dalam jiwa penulis.

          Yang menata ulang peta perjalanan semula.
       Dalam kepedihannya semua kenangan demi kenangan menyeruak keluar dalam ingatannya. Sebuah keputusan berat yang harus ia ambil dalam kekalutan batinnya. Apakah ia harus meninggalkan kebahagiaannya dan menuju pada kehidupan yang lain atau malah kembali pada dunia yang selama ini ia tempati.

      Lengking peluit memanggil rindunya dipintu-pintu.
     Lirik kalimat yang sukar untuk dipahami. Dari pemahaman saya, lirik ini ingin mengungkapkan bahwa dalam ketidaksadarannya, penulis melihat dua pemandangan yang berbeda. Panggilan para malaikat yang akan memberikan kehidupan pada alam yang berbeda yang akan menjanjikan kebahagiaan baru dan akan membawanya pada kekekalan serta jeritan hati orang-orang tercinta yang akan ia tinggalkan. Kata lengkingan diibaratkan pada suara hati orang-orang yang tidak terima pada keadaan yang akan memisahkan penulis dengan keluarga dan kerabatnya. Dan kata rindu menjadi penegas bahwa akan banyak orang terluka hatinya bila penulis akhirnya tak dapat mmebuka matanya kembali dan meninggalkan mereka untuk selama-lamanya.

        Seperti memanggil sejumlah deritnya yang tersisa.
       Lirik kalimat ini merupakan lirik yang berhubungan dengan lirik kalimat sebelumnya. Kalimat ini adalah sebuah penegasan yang lebih mendalam dimana para keluarga benar-benar berharap bahwa jiwa sang penulis yang sedang sekarat dapat tetap bertahan dan kembali pada mereka untuk berkumpul kembali seperti sediakala.

        Waktu terus bergegas menanggalkan segala yang kupunya.
        Penegasan makna terlihat dalam kata waktu, kata menanggalkan, dan kata yang kupunya. Dalam ketidaksadarannya yang lumayan lama, penulis seakan merasa sendiri dan asing berada dalam tempatnya yang baru. Masa-masa yang ia lewati dalam pencariannya seolah ingin menghapus semua kenangan manis yang ia miliki. Segala hal yang tak ingin ia lupakan sedikit demi sedikit seolah pergi dari pikiran dan hatinya.

        Kesunyian seperti ingin berkata tentang dirinya.
       Dalam kesendiriannya itu hanyalah sepi yang menjadi teman dalam hatinya. Hanya sepi yang ada di sekelilingnya dan cuma sepi yang ia rasakan. Sepi itu seakan ingin mengungkapkan kebenaran yang sejati akan dirinya. Siapa dirinya dan dimana ia sedang berada.  Dalam kesepian itulah kesadarannya seolah bangkit dan membuat ia dapat menemukan kembali sesuatu yang sempat hilang dari hatinya, yaitu jiwanya harus kembali pada raganya untuk berkumpul kembali dengan keluarganya.

       Tentang rumah bilik yang dihidupinya dengan darah sepi.
     Rumah bilik mewakili segala hal yang tidak ingin dilupakan dan ditinggalkan oleh penulis. Semua yang telah tergambar dalam pikirannya yang memberikan kekuatan pada jiwanya untuk kembali pada raganya yang sedang sekarat dalam pembaringan. Kalimat yang dihidupinya dengan darah sepi seakan ingin mempertegas keterangan dalam makna yang terkandung pada kata ‘rumah bilik’. Ungkapan darah sepi bukanlah ungkapan yang sesungguhnya, namun sebuah kata kiasan yang digunakan oleh penulis untuk menambahkan kesan menndalam tentang kenangan-kenangan yang tidak bisa dilupakan oleh penulis. Kata sepi bahkan dapat merupakan kebalikan dari makna yang ingin diungkapkan oleh penulis lewat puisinya ini. Sebab tidak ada kenangan yang sepi. Kata sepi ini menyatakan bahwa dalam sepilah semua kenangan itu menjadi nyata dalam ingatannya, sehingga menimbulkan perasaan rindu yang amat mendalam dalam jiwa sang penulis.

      Ini pemberangkatan matang yang telah dipersiapkan.
     Kalimat ini menyatakan bahwa semua yang terjadi dalam hidup sang penulis untuk kembali pada raganya memanglah sudah takdir dari Tuhan. Keadaan yang dialaminya hanyalah sebuah anugerah dari Tuhan kepadanya untuk dapat melihat dunia yang hanya dapat dilihat dan dijelajahi oleh jiwa-jiwa yang telah pergi meninggalkan raganya untuk selamanya. Semua ini adalah rencana yang telah disusun oleh Tuhan dan sang penulis hanyalah sebagai media perantara yang ditunjuk Tuhan untuk dapat mambagi segala pengalaman rohaninya kepada orang-orang terdekatnya. Tidak ada makhluk manapun yang dapat mengingkari kekuasaan Tuhan dan merubah rencana yang telah Ia tetapkan.

       Tanpa perbekalan atau berbagai perumpamaan.
   Anugerah pengalaman rohani yang diberikan kepadanya oleh Tuhan, bukanlah karena keinginannya dan bukan karena telah ia persiapkan terlebih dahulu. Ini semua adalah murni mikjizat dari Tuhan. Tuhanlah yang berkehendak atas semua ini dan karena Tuhan pulalah sang penulis dapat sadar akan dirinya dan berusaha untuk kembali pada kehidupannya di dunia. Kata ‘perumpamaan’ seolah ingin menyatakan bahwa tidak akan pernah ada kata-kata maupun perbuatan yang dapat melukiskan kekuasaan Tuhan yang amat besar akan semua karya yang telah Ia ciptakan untuk kehidupan semua makhluk ciptaannya tersebut.

      Tak sampai segalanya menahanku berangkat dari sini.
     Kalimat di larik pertama pada stanza ketiga ini memiliki arti yang berbeda pada kalimat pada larik pertama di stanza pertama pada puisi ini. Bila pada stanza pertama kalimat ini menyatakan tentang penjemputan atma/jiwa seorang makhluk, maka pada kalimat ini menyatakan kebalikan dari makna tersebut. Pada kalimat ini penulis seolah ingin melukiskan bahwa ia dapat sadar kembali dan menemukan raganya yang tertinggal adalah berkat dari Tuhan. Apabila Tuhan dapat mengambil raga seseorang, maka Ia juga dapat menciptakan kehidupan baru di dunia ini. Sadarnya penulis dari kejadian ‘mati surinya’ tersebut merupakan sebuah goresan takdir yang telah dituliskan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Tidak ada yang dapat menghalanginya untuk kembali berkumpul dengan keluarga yang mencintainya.

       Dari mesjid aku berkemas, tamasya ke rel yang sama.
     Larik kalimat ini merupakan gambaran nyata dalam kehidupan manusia yang memang harus selalu menjalankan kewajibannya sebagai makhluk beragama. Setelah sadarnya, sang penulis tidak pernah berusaha melupakan dan menyesali segala kejadian yang pernah dialaminya. Melainkan kejadian itu menambah keimanannya kepada Tuhan. Menurut pemahaman saya, dahulunya penulis adalah seseorang yang mungkin tidak begitu memperhatikan masalah agama. Namun dengan kejadin yang telah dialaminya tersebut membuat penulis sadar bahwa dunia ini ada penciptanya dan kita wajib berterimakasih kepada-Nya. Kalimat tamasya ke rel yang sama bukan berarti bahwa penulis akan kembali menjalani kehidupannya dalam kungkungan kepalsuan tetapi mengandung makna bahwa ia akan mencoba untuk hidup lebih baik dan mempergunakan kesempatan yang telah diberikan oleh Tuhan tersebut dengan sebaik-baiknya.

       Memanggul sekopor senja ke stasiun selanjutnya.
    Larik ini merupakan rangkaian yang berkesinambungan dengan larik sebelumnya. Penulis berusaha menjalani kehidupannya dengan melakukan hal-hal yang baik dan sesuai dengan peraturan agama sehingga semakin lama kesucian hatinya semakin tinggi untuk dapat memahami arti hidupnya. ‘Memanggul sekopor senja’ tentu yang dimaksud bukanlah senja dalam arti yang sesungguhnya. Senja disini dapat berarti bahwa menjalani hidup dengan lebih baik. Dan kalimat ‘ke stasiun selanjutnya’ mengandung pengertian bahwa dengan perubahan yang sekarang dapat membawa dirinya pada kehidupan yang lebih baik lagi.

       Di ruang tunggu-ruang tunggu baru.
      Maksud dari larik puisi ini adalah segala hal-hal yang baru saja mulai dilakukan oleh penulis. Kegiatan-kegiatan yang mungkin selama ini tidak pernah penulis lakukan. Sehingga penulis membuat suatu rangkaian rencana untuk menjalani kehidupan yang lebih baik lagi.

       Dari stasiun-stasiun berikutnya.
      Dalam hal ini penulis berusaha merubah hidupnya sedikit demi sedikit/secara bertahap. Pastinya kita semua tahu bahwa perubahan tidak bisa dilakukan secara instant tetapi dilakukan secara berangsur-angsur melalui berbagai tahapan. Untuk itulah penulis juga berusaha menciptakan perubahnnya dengan cara yang bertahap.

        Tak ada lagi yang duduk manis di bangku kayu itu.
       Kalimat ini seakan ingin menggambarkan bahwa kini penulis telah menjadi individu yang baru. Ia telah bisa menciptakan hidupnya menjadi hidup yang lebih bermakna dari hidupnya yang kemarin. Mungkin saja dulu penulis selalu terbayang akan dosa-dosa dari perbuatan yang telah ia lakukan. Namun kini tidak ada lagi rasa sesal dan dosa yang membayang. Semua yang tercipta hanya meninggalkan kesan manis yang tidak akan membawa kehidupannya pada jalan yang sesat.

        Selain sepi menggulung segala yang tersisa.
      Kalimat pada larik terakhir dari stanza terakhir ini mencoba untuk menyatakan kesimpulan dari makna yang terkandung dalam puisi ini. Lirik kalimat ini seolah menyatakan bahwa semua kesan jelek yang membekas pada diri penulis perlahan demi perlahan hilang dan terhapus. Kini penulis telah sukses menciptakan kehidupan yang baru. Menjadi individu yang lebih baik dari kehidupannya terdahulu. Dan itu semua dapat penulis lakukan karena adanya kasih dari Tuhan. Seberapa hinanya kita dan seberapa jahatnya kita, sebenarnya Tuhan tidak pernah meninggalkan kita dan tetap memberikan kesempatan kepada kita untuk berubah menjadi lebih baik.




BODE RISWANDI

MOMENTO MORI

Tak sampai air menahanku berangkat dari sini
Di ruang tunggu stasiun itu, ia menungguku tiba
Turun dari gerbong kereta yang berbeda
Kemanakah asap di cerobong itu terbang
Dengan wajah riang ia melambai di persimpangan
Jarak dan usia jadi sebentuk wajah kembara
Yang menata ulang peta perjalanan semula

Lengking peluit memanggil rindunya dipintu-pintu
Seperti memanggil sejumlah deritnya yang tersisa
Waktu terus bergegas menanggalkan segala yang kupunya
Kesunyian seperti ingin berkata tentang dirinya
Tentang rumah bilik yang dihidupinya dengan darah sepi
Ini pemberangkatan matang yang telah dipersiapkan
Tanpa perbekalan atau berbagai perumpamaan

Tak sampai segalanya menahanku berangkat dari sini
Dari mesjid aku berkemas, tamasya ke rel yang sama
Memanggul sekopor senja ke stasiun selanjutnya
Di ruang tunggu-ruang tunggu baru
Dari stasiun-stasiun berikutnya
Tak ada lagi yang duduk manis di bangku kayu itu
Selain sepi menggulung segala yang tersisa

Jumat, 25 Mei 2012

ALUNAN KISAH


      By: Ayu I’u Gek

Teruntuk: ‘B’

Kisah ini mengalun
Kehidupan penuh misteri
Kala mentari memeluk bumi
Sukmamu mencuat mencari raga
Menempuh ribuan tahun cahaya

Kisah ini mengalun
Aku rapuh di telan bumi
Kumbang melayang menempuh waktu
Labirin momentum menguak kehidupan

Kau mencari dan menari
Menimang waktu di pelupuk mata
Sudut hatimu mengurai mimpi
Gayung indah tuk bersambut

Aku lembayung sutra yang menepi
Menggantung kabut pada senja
Kisah ini mengalun
Kala mentari memeluk bumi

    Sukmamu akan tetap mancari
    Karena aku rapuh ditelan bumi

Kamar, 16 Mei 2012

Aku Tak Punya Cerita

    By: Ayu I’u_Gek

Teruntuk: ASBELIA_GIRL

Aku tak punya cerita
Kenangan yang mestinya kita ukir bersama

Aku tak punya cerita,
ukiran kasih hati yang kita rangkai bersama
Aku tak dapat berbagi

Aku tak punya cerita,
Kalian membagi untaian kabut padaku
Seharusnya kita membelah mentari bersama.
Tapi aku tak punya cerita

Ya,,, aku tak punya cerita.
Angan yang akan kita wujudkan bersama.
kalian pergi menitinya

Aku tak punya cerita untuk kubagi.
kisah yang telah kita rajut bersama dalam lembayung sutra

Kalian pergi menitinya
dan aku tak punya cerita,
tak ada yang dapat kubagi.
Aku menepi di sudut pohon kerinduan.

Aku tak punya cerita
Hingga kalian datang membagi tejo dalam rengkuhan.

10 February 2012

Q PANGGIL KAU ‘BB’


Ayu I’u_Gek

    Ini adalah kisahku tentang dirimu, yang kucintai dan memberiku banyak arti tentang kehidupan. Kisah tentang kehidupan dengan latar belakang yang berbeda, cinta yang kau berikan tanpa syarat, tidak seperti kehidupanku yang lebih mengutamakan nafsu dan cinta sesaat. Aku belajar banyak darimu, BeBe.
***

    Kuingat saat pertama kali kudatang, kau hanya melintas di depan kamarku. Tak peduli kesibukanku, saat itu, kau masih sangat kecil di mataku. Tak lama setalahku, seorang gadis mungil, sebut saja Rini juga datang mengisi kekosongan rumahmu. Ia periang dan sangat cerewet, berbeda denganku yang pendiam. Dari dialah akhirnya kita akrab dan sering bersama.
     Ciripa,,, begitu Rini memanggilmu. Tapi q terlanjur jatuh cinta padamu dan aku memanggilmu BeBe. “Tahun apakah ini, masa kamu dipanggil BeBe? Berarti terbalik donk, nanti pacarku saya panggil dengan sebutan kucing saja sebagai rasa sayangku,” celoteh Rini diiringi canda tawa dari teman-teman asrama Indah. Aku hanya dapat tersenyum mendengarnya, yang kutahu aku menyayangimu dan aku akan selalu memanggilmu BeBe.
     Kutahu Rini juga menyayangimu, dia sangat suka mendandanimu, memakaikan pita di kepalamu, bahkan duduk di teras asrama bersamamu. Kau tahu, lucu melihatmu dengan pita pink di kepala dan teman-teman asrama pasti akan memarahi Rini, “Rin, apa yang kau lakukan? Astaga, nanti Arni dia marahi kamu itu.” Dewi berteriak lantang saat melihat BB dengan pita pink dikepalanya. “Tidak kok, paling dia senyum saja. Dia lihat tadi saya lagi dandani BB,” Rini sengit dan tak mau kalah dari Dewi. Gemparlah isi asrama yang menertawai kekonyolanmu, dan kau akan berjalan ke depan asrama sambil melepas pita pink di kepalamu sambil menggeleng.
     Bukan hanya Rini yang suka menjahilimu. Tetanggaku pun suka memukulmu, menendangmu saat melewati kamar mereka, bahkan mengganggumu saat tidur, memakaikan kalung di lehermu bahkan mencoret-coret tubuhmu dengan berbagai warna. “Agar BB tampak indah,” kata mereka saat melihatku. “Kasihan BB, badannya jadi jelek karena warna itu, bukan tambah bagus tapi jadi norak.” Kataku melihat mereka tersenyum lalu berlalu menuju kamarku.
    “BB, aku tahu perlakuan mereka tidak pantas padamu, tapi tenanglah, karena aku selalu menyukaimu.” Saat seperti itu kau pasti datang di kamarku dengan wajah lesumu dan langsung berbaring di ranjangku. Kadang sedih melihatmu seperti itu, yang dapat kulakukan hanya memelukmu dan mengelus pipimu. Kau tahu, aku sangat suka melakukannya karena kau begitu lembut. Selembut rasa sayangku padamu.
      Banyak hal yang terjadi dan kita lakukan bersama teman-teman asrama. Kini mereka semua tau bahwa kau adalah milikku. Kakakku pun menyukaimu bahkan sering secara khusus memintaku untuk menyiapkan makanan untukmu. “Simpankan BB makanan, sebentar saja dia datang ke dapur untuk makan.” Kata kakakku sebelum berangkat.
       Tak terasa sudah setahun aku tinggal di asrama, kau bertumbuh semakin besar. Kini kau adalah gadis yang cantik dan remaja. Sesekali aku sempat melihatmu bersama seorang pria. Aku tak akan pernah melarangmu dan membatasimu karena ini adalah masamu. Aku sudah cukup bahagia dapat menyayangimu.
      Bulan kini datang silih berganti. Saat sulit memasuki hidupku, aku merasa mengabaikanmu karena aku harus mengurusi hal lain. C59 begitulah orang-orang menyebutnya, jangan salah paham dulu, ini tak terjadi padaku tapi pada sahabatku dan aku harus membantunya untuk menyelesaikan masalah itu. Menghindari MBA (Merriage By Accident → setidaknya begitulah bahasa orang-orang), aborsi menjadi pilihan nomor satu bagi sahabatku. Tidak hanya satu kasus, aku bahkan mengetahui tiga kasus sekaligus dan semuanya mengambil tindakan yang sama. “Ya Tuhan, dimanakah hati nurani mereka? Bayi itu tak bersalah. Mereka melakukannya dengan sadar dan mengapa harus darah daging yang tak berdosa itu yang dijadikan korban kebejatan kedua orang tuanya? Tuhan, ampunilah yang mereka lakukan, semoga aku selalu di jalan-Mu dan tak terjerumus.”
     Masa-masa menyelesaikan semua cinta dan neraka itu, kau menjadi lebih sering datang di kamarku. Sempat suatu malam aku terkejut karena kau telah berbaring di sampingku dan malam selanjutnya aku melihatmu tersenyum dalam tidur di sudut kakiku. Kau tahu, aku tak pernah melarangmu datang di kamar dan aku tak pernah berkeberatan bila berbagi ranjang denganmu. Tetapi aku melihatmu lebih gemuk dari sebelumnya dan akhirnya aku tahu bahwa kau, BB, sedang mengandung.
     Aku bahagia dan bingung karena itu berarti aku harus mencarikan tempat untukmu melahirkan, tapi di mana? “Ini, biar saja BB melahirkan disini. Tidak apa-apa kok, yang penting diurus.” Kakakku akhirnya membantuku, dan masalah selesai. Bulan kini kembali berganti, aku menunggu saat kelahiran bayi-bayi mungilmu. Dan waktunya pun tiba, empat anak sekaligus.
      “BB sudah melahirkan? Berapa anaknya BB? Arni, aku minta anaknya BB satu ya, aku mau pelihara di kamar supaya tikus-tikus pada lari, banyak tikus sich di kamarku.” Silih berganti mereka datang padaku dan menanyakanmu. “Dimana hati mereka saat mereka mempermainkanmu, menendangmu dari kamar mereka dan mengatakanmu makhluk kotor? Tapi aku tak perduli karena kau bersih dan lembut. BB, yang terpenting harus kau tahu bahwa aku menyayangimu.”
       Aku menyambutnya dengan senang, walau tiba-tiba kau pindah dari kamarku dengan membawa keempat anakmu. Q tetap senang karena kau masih menyempatkan diri untuk datang ke kamarku dan aku masih bisa menyiapkan makanan untukmu. Saat bayi-bayi mungilmu telah mampu berjalan aku tahu satu anakmu meninggalkan dunia karena kedinginan. Mereka tidak menempatkanmu secara layak di tempat barumu. Dan akhirnya satu-persatu pun menyusul meninggalkanmu.
     “BB, kau tahu bahwa aku mencintaimu dan akut tak bisa membiarkan semua anakmu pergi meninggalkanmu.” Aku senang karena kau mau kembali ke kamar. Aku bisa mengurusmu dan juga anakmu. Anakmu sangat mungil dan lucu. Aku dan kakakku sangat menyukai anakmu. Rini pun kini menjadi lebih sering bermain di kamarku bersama anakmu. Semua terasa sangat membahagiakan.
     “BB, Tuhan yang mempertemukan kita, tetapi Tuhan juga yang memisahkan kita. Aku harus pindah, meninggalkanmu. Aku tak bisa membawamu bersamaku, aku hanya bisa menitipmu pada Didi dan Widi, aku yakin mereka akan merawatmu dengan baik. Saat-saat terakhir kitalah yang paling berharga untukku BB, kau memberiku pelajaran tentang arti mencintai dan menyayangi dengan tulus. Arti memelihara dan berjuang. Kau seorang Ibu yang baik.”
***

   Sore itu, setelah hujan lebat mengguyur kota Kendari, terdengar “meong,,,,meong,,,, meooooooooongggggg.” Sayup-sayup kudengar dari balik dinding kamar mandi. “Ah, mungkin BB mau masuk kamar. Tapi, kenapa suaranya kecil? Ah, mungkin anaknya yang sedang menangis.” fikirku saat itu dan segera menyelesaikan acara cuci badanku.
     “Meooooong, meongggggggggg, meeeeoooooooooonggggggggg” BB tak berhenti mengeong, bahkan kini suara anaknya semakin terdengar sayup-sayup. Setelah menyelesaikan mandi dan berpakain, aku pun keluar kamar. BB berjalan mondar-mandir di kakiku kemudian merunduk disisi selokan. Aku melihat kesisi selokan dan,, ASTAGA….. anak BB terjatuh di selokan dan dilumuri lumpur. Ia tidak bisa naik karena selokan terlalu tinggi untuk ukuran tubuhnya yang mungil. Aku pun mengangkat anaknya ke teras asrama.
       Kutinggalkan BB untuk mengambil lap dan disaat kudatang kulihat BB menjilati tubuh anaknya, ia tidak peduli lumpur tebal yang menutupi tubuh anaknya. Ia terus menjilati sambil mengeong. Air mataku meleleh melihat kejadian itu, yang kumengerti BB sangat mencintai anak-anaknya. Bagaimana pun keadaannya, ia tetap mencintainya. Hal ini sangat kontras dengan kehidupan para manusia → khususnya sahabat-sahabat yang kukenal. Mereka bahkan berjuang untuk menutupi aib dari dosa yang mereka perbuat dan tega membunuh darah daging mereka sendiri. Tapi BB, dengan penuh cinta dan sayang rela menjilati lumpur yang menutupi tubuh anaknya.
      Kubawa BB dan anaknya ke tempat tidur mereka, kulap lumpur di tubuh anaknya dengan linangan air mata, sementara kulihat BB merunduk disisiku sambil terus mengeong memperhatikan anaknya. “Apakah kau menangis BB? Apakah kau khawatir?” Sementara disudut matamu kulihat setitik bening air yang entah karena air mata yang meleleh dari pupil matamu ataukah karena rintik hujan yang tiba-tiba kembali turun membasahi bumi terpental jatuh di sudut pupil matamu yang mencintai.
       Kau mengajariku banyak hal BB, kucing kecilku yang sangat kucintai. Pengorbanan, cinta yang tak bersyarat, kasih sayang yang tulus, tanggung jawab, dan perjuangan yang tidak pernah bisa dilakukan oleh manusia. Lalu haruskah kupandang diriku dan kaumku lebih mulia darimu, BB-kucing mungilku yang sangat kucintai? Ku panggil kau BB-BeBe. Namamu bak dirimu.

BAHAN AJAR DAN DUNIA PENDIDIKAN

    Tanggal 2 Mei nanti akan diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Negara Indonesia akan bersuka cita menyambutnya dengan berbagai perayaan. Berbagai macam bidang ilmu diperlombakan, berbagai macam kebudayaan dipertunjukkan. Gegap gempita merayakan Hari Pendidikan Nasional.
   Apakah yang sebenarnya kita rayakan? Peningkatan mutu pendidikan atau penurunan mutu pendidikan? Masalah pendidikan selalu menjadi bahasan yang panas dan alot di pemrintahan. Setiap saat kurikulum perbaikan dunia pendidikan diujicobakan di sekolah, tetapi hingga kini masalah pendidikan masih saja menjadi topik hangat yang selalu dibicarakan oleh banyak kalangan.
     Kita tentu masih ingat kejadian yang baru saja terjadi. Beredarnya buku-buku bahan ajar di sekolah yang mencerminkan bahwa sudah seperti itulah sosok pendidikan kita di Indonesia. Buku-buku yang dikatakan tidak pantas untuk diajarkan kepada peserta didik tapi pantas untuk disebarluaskan dan digunakan di sekolah. Ideologi bangsa diganti, contoh-contoh cerita  menyuarakan perselingkuhan, poligami, dan hal-hal yang seharusnya belum pantas diketahui oleh anak-anak SD.
     “Maaf, itu hanyalah kesalahan pengeditan dari editor kami. Jawaban ini seharusnya menjadi jawaban pada pertanyaan yang lain. Oh, ya. Maaf, buku ini kami buat atas permintaan kepala sekolah yang bersangkutan dan kami hanya diberikan indikator pembelajarannya saja.” Dan masalah pun selesai setelah pernyataan maaf dari penerbit buku beredar luas di media.
      Ironis sekali bukan? Hanya dengan satu kata kunci ‘maaf’ semua masalah terselesaikan. Dan yang lebih mengherankan lagi, kesalahan-kesalahn dalam buku pelajaran tersebut baru diketahui setelah buku itu telah resmi digunakan di sekolah. Dimanakah ketelitian para guru dan kepala sekolah dalam menetapkan standar buku pelajaran yang akan digunakan? Sudah seperti itukah profil-profil tenaga pengajar yang akan mencetak generasi penerus bangsa? Tidak heran bila kita tidak pernah maju dalam dunia pendidikan.
      Apakah yang salah dengan dunia pendidikan di Indonesia? Masih haruskah ada kesalahan bila setiap waktu masalah pendidikan selalu menjadi perdebatan di pemerintahan? Sebenarnya masalah pendidikan tidak bisa hanya terselesaikan dengan perdebatan alot di pemerintahan semua pihak harus ikut bekerja keras. Guru dan kepala sekolah sebagai pendidik utama yang dekat dengan peserta didik juga harus jeli dalam melihat berbagai permasalah yang ada. Menerapkan etika-etika keilmuan dalam malaksanakan tugasnya.
       MPR dalam ketetapan No. VI/MPR/2001 menetapkan Etika Kehidupan Berbangsa yang salah satu di dalamnya mencakup Etikan Keilmuan. Etika keilmuan menganjurkan agar kita menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi agar warga bangsa mampu menjaga harkat dan martabatnya, berpihak pada kebenaran untuk mrncapai kemaslahatan dan kemajuan sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya. Etika ini diwujudkan secara pribadi ataupun kolektif dalam karsa, cipta, dan karya, yang tercermin dalam prilaku kreatif, inovatif, inventif, dan komunikatif, dalam kegiatan membaca, belajar, meneliti, menulis, berkarya, serta menciptakan iklim kondusif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
        Perincian yang matang tentang etika keilmuan ternyata tudak dapat diaplikasikan dengan mudah dalam dunia pendidikan kita. Mungkin saja ada beberapa pihak yang berpikir bahwa yang dimaksudkan kreatif dan inovatif dalam etika keilmuan tersebut adalah dengan dapat mengubah ideologi bangsa Indonesia dan memberikan pengajaran poligami secara sejak dini kepada masyarakat.
       Salah satu visi bangsa Indonesia yang tertuang dalam UUD 1945 adalah dengan mencerdaskan kehidupan bangsa. Yang dimaksud tentu bukan bangsa Indoensia tetapi untuk men cerdaskan masyarakat yang ada di negara indonesia. Namun, dapatkah kita mencerdaskan para generasi penerus bangsa dengan bahan-bahan dan buku-buku pelajaran yang tidak layak pakai? Siapakah yang harus disalahkan dari kejadian ini, sementara kata ‘maaf’ telah menyelesaikan semua kesalahan yang ada.
Tantangan terbesar dalam pengembangan sumber daya manusia yang bermutu adalah terwujudnya sistem pendidikan yang berkualitas yang mampu melahirkan sumber daya manusia yang handal dan berakhlak mulia, yang mampu bekerja sama dan bersaing di era globalisasi dengan tetap mencintai tanah air. Sumber daya manusia yang bermutu tersebut memiliki keimanan dan ketakwaan serta menguasai ilmu pengetahun dan teknologi, memiliki etos kerja, dan mampu membangun budaya kerja yang produktif dan berkpribadian.

Kamis, 24 Mei 2012

ASBELIA N FRIEND

Kisah Cinta Kendari-Kolaka-Kendari

Ayu I’u_Gek


      Dalam kehidupan, terkadang seseorang akan mengalami masa-masa sulit yang mengharuskannya menitikkan air mata. Terkadang bahkan membutuhkan bahu orang lain untuk sekedar bersandar atau mungkin menyembunyikan wajah untuk menangis. Kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi, manusia adalah makhluk sosial dan untuk itu manusia selalu membutuhkan orang lain dalam hidupnya.
       Izinkan kuperkenalkan diriku. Orang-orang memanggilku Ayu, si jutek yang cerewet dan keras kepala. Kata ‘egois’ selalu melekat padaku. Tidak pernah kuberikan kesempatan pada orang lain untuk mengetahui siapa diriku karena aku tak pernah bisa percaya pada orang lain.
     Ini adalah kisahku, bagaimana aku menemukan ASBELIA dan salah satu gadis manis yang mengajari ASBELIA tentang kefeminiman. Nani, kami memanggilnya dengan nama itu. Seorang gadis yang tertutup dan pencemberut tetapi baik hati dan tidak sombong.
     Sebut kami ASBELIA karena kami adalah gadis-gadis belia yang baru saja mengerti arti perbedaan, permusuhan, dan persahabatan. Kami sedang memulai persahabatan yang sejati.
***

      Gadis-gadis remaja ini adalah mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah di FKIP Unhalu. Persahabatan terjalin saat mereka memulai pencarian jati diri di tanah rantau yang diberi nama ‘ Kota Kendari’. Gais-gadis yang berasal dari daerah yang berbeda ini diberi suatu penghargaan untuk duduk di kelas yang sama. Mungkin sudah menjadi takdir dari Hyang Maha Pencipta karena ternyata mereka juga memiliki satu kegemaran yang sama, yaitu dunia seni dan sastra.
      Laskar Sastra Unhalu menjadi tempat bagi gadis-gadis ini untuk memulai mengembangkan kecintaan mereka terhadap seni dan sastra. Dan dimulailah masa-masa sulit yang menyebabkan lahirnya ASBELIA.
       Saat itu, diruang kelas nampak mereka duduk bersama. “Hey bagaimana ini, kamu mau ikut ke Kolaka?” tanya Bia pada sahabat-sahabatnya. “Saya tidak tahu juga , jangan sampai ada mata kuliah yang masuk.” jawab Ayu. “Iya,, saya masih bingung, saya takut-takut juga.” ucap Sarni yang diberikan anggukan kepala oleh Erly, “Iya, saya tidak mau juga tinggalkan kuliah.” Hening sejenak, lalu Nani menimpali, “Pokoknya saya mau ikut, saya ingin tahu itu Kolaka. Kalo tidak ada kuliah kita pergi sama-sama saja.” Nani dengan penuh semangat mengajak teman-temannya untuk setuju. “Kamu bagaimana Lia?” tanya Ayu pada Lia. “Saya ikut-ikut saja, yang penting kita sama-sama.”
        Perdebatan kecil kerap terjadi diantara mereka pada saat-saat penantian tersebut, hingga hari akhir pun tiba. Meraka tak dapat berangkat bersama karena kesibukan jadwal kuliah yang berbeda. Sehingga Ayu harus berangkat sehari lebih awal dari teman-temannya. “Ngga apa-apa kan kalo saya berangkat duluan? Maaf ya, kita tidak bisa sama.” kata Ayu sebelum keberangkatannya. “Sudah, tidak apa-apa kok, kamu itu pemain utamanya, jadi harus pergi. Nanti kita menyusul karena mereka juga akan tampil” jawab Bia sambil menatap Ayu.  “Tidak apa-apa kok, kan nanti kita juga akan tetap sama-sama disana.” jawab Lia sambil tersenyum. Sarni pun ikut menimpali jawaban dari Lia “Iya, tidak apa-apa, Ayu. Kamu tenang saja, nanti kita menyusul.” Tak ada yang pernah menyadari bahwa senyum itu akan menjadi tangisan yang menyakitkan di kota Kolaka.
***

        “Kenapa kamu tidak sms kami kalo kalian akan tampil duluan? Apa gunanya kita datang kesini kalau akhirnya tidak tampil?” “Saya tidak masalah kalau tidak tampil, tapi setidaknya kalian beritahu kita supaya kita tidak buru-buru.” “Ini bukan kesalahan kita, kita sudah menunggu tapi mobil terlambat menjemput, kalau seperti ini kita pulang saja.”
         Mata-mata itu memerah menatap Ayu yang hanya bisa terpaku. Berbagai ocehan dan omelan terdengar. “Maaf, ada masalah yang terjadi disini sehingga penampilan drama kita dimajukan. Saya sudah bilang untuk tampil kedua tapi karena masalah itu, hanya kita yang tampil mala mini.” kata Ayu dengan gugup. “Iya, tapi setidaknya kalian sms kita, apa gunanya ada Hp, banyaknya yang punya Hp masa tidak ada yang bisa sms kita.” Lia tampak marah dan membuang muka. Ia sesegukan menahan amarah. “Tidak masalah kalau kita tidak tampil, yang penting ada pemberitahuan. Kita pulang saja kalau sudah begini.” Sarni tampak menangis dan kecewa.
          “Iya, saya tahu saya salah. Tapi sejak siang saya sudah tidak pegang Hp, Hpku dipegang oleh Adil. Sumpah saya pusing sekali dengan masalah ini. maaf sekali sudah kecewakan kalian. Saya juga tidak ingin seperti ini. saya ingin tampil dengan kalian, tapi…” Nani tiba-tiba memotong pembicaraan Ayu. “Sudah kita pulang saja, saya mau minta jemput sekarang.” Dengan tatapan terluka Bia meminta penjelasan. “Asal kalian tahu, kita sudah terburu-buru. Paman bahkan meninggalkan kuliahnya agar dapat tampil. Tapi sampai disini cuma kecewa yang kami dapatkan. Jujur kami kecewa pada kalian.”
       Teman-teman lain berusaha menenangkan dan menerangkan keadaan yang terjadi. Perdebatan sangat alot dan panas. Ayu menunduk memandang tatapan marah dari sahabatnya. Perih dan sakit telah tertoreh, air mata telah tercucur. Kata maaf tak bisa begitu saja melulukan hati yang terlukan dan terkhianati. Dan Ayu berlari untuk menangis. Tak tahu apa yang terjadi hanya itulah yang dapat dilakukan untuk saat ini.
         Bia menghampiri Ayu dan memeluknya. “Sudah, jangan menangis. Kami hanya kecewa karena tidak ada yang memberitahukan perubahan jadwal pentas. Kami tidak sepenuhnya menyalahkan kamu. Teman-teman sudah berusaha agar tiba tepat waktu, tapi setibanya disini kami melihat kalian sudah tampil di atas panggung dan itu sangat mengecewakan.” Bia mencoba menghibur Ayu. “Iya, tapi ini salahku, seharusnya kita berangkat bersama-sama supaya kita tampil sama-sama. Tidak seperti ini, saya tidak bisa menjaga kepercayaan kalian. Saya minta maaf.” dengan terbata-bata disela tangisnya Ayu mencoba untuk berbicara. “Iya, saya mengerti, tapi kamu juga harus mengerti kalau temna-teman sedang kecewa. Saya juga kecewa, tapi mau apa lagi, semuanya sudah terjadi.” ungkap Bia pada Ayu.
       Beberapa lama Ayu menangis dalam pelukan Bia. “Ayolah sejak kapan Ayu yang saya kenal cengeng begini? Yang saya tahu Ayu itu periang dan tidak suka menangis, ternyata kamu cengeng ya. Teman-teman tidak akan marah, kita hanya ingin menyampaikan perasaan kiita. Sudah ya, tidak enak dilihat yang lain. Sudah ya, kamu tampil dengan bagus tadi dan kamu terlihat cantik. Jadi, hentikan tangisnya, ok.” Kata Bia sambil menghapus air mata di wajah Ayu yang sedari tadi membasahi pipinya.
***

         Kejadian di Kolaka membuka jalinan komunikasi yang lebih baik untuk persahabatan mereka. Setibanya kembali di Kendari, mereka menjadi lebih akrab dan sering bersama. Hingga pada suatu malam Ayu mengusulkan suatu gagasan untuk mempererat persahabatan mereka.
       “Teman-teman bagaimana kalau kelompok ini kita beri nama SABILIE?” Kata Ayu meminta persetujuan dari sahabat-sahabatnya. “Apa itu Sabilie?” Tanya mereka sambil melihat pada Ayu. “SABILIE adalah singkatan dari nama kita. Sarni, Ayu, Bia, Lia, dan Erly. Bagaimana, kalian setuju? Ini untuk mempererat persahabatan kita.” Sejak itu, terbentuklah kelompok persahabatan gadis-gadis remaja tersebut. Namun sayang SABILIE tidak bertahan lama karena satu dan lain hal nama SABILIE terganti menjadi ASBELIA yang berarti Ayu, Sarni, Bia, Erly, dan Lia. ASBELIA memiliki makna yang sangat dalam bagi persahabatan mereka, lima orang sekawan.
ASBELIA
‘AS’yik ‘BE’rsama se’L’alu set’I’a sampai ‘A’khir.

     Persahabatan itu berlangsung hingga sekarang dan berharap akan tetap hingga nanti. Persahabatan ini terjadi dari perbedaan karakter dan budaya antar sesamanya. Persahabatan yang mereka sadari akibat kesalahpahaman yang membuat keterbukaan itu justru sesuatu yang menyakitkan namun dapat mempersatukan.
      Inilah persahabatan yang mereka jalani. Ayu, adalah seorang gadis Bali beragama Hindu dengan watak yang keras dan cuek. Sarni, seorang gadis Gu-Lakudo yang ramai namun pemalu. Bia, sangat tempramen dan bijaksana namun rapuh dengan latar belakang kehidupan Lombenya yang sangat kental. Sedangkan Erly adalah gadis Wabula-Pasar Wajo yang pendiam yang lucu dan brilian, dan Lia, seorang gadis Jawa yang tegas dan keibuan. Perbedaan agama dan latar belakang sosial tidak menghalangi mereka untuk merajut tali persahabatan.
      Inilah kisah persahabatan kami. Kisah yang mungkin tak menarik namun sangat berarti bagi kami. Kisah yang tak akan pernah kami lupakan. Kisah yang mempersatukan kami, mengajarkan kedewasaan dalam menyikapi kehidupan.
      Sebut kami Asbelia karena kami adalah gadis-gadis belia yang baru saja mengerti arti perbedaan, permusuhan, dan persahabatan. Kami sedang berusaha menjaga dan menjalani persahabatan yang sejati.

Rabu, 23 Mei 2012

CERITA MALAM KENANGAN

     Masa kanak-kanak adalah masa yang paling mneyenangkan untuk dinikmati. Setidaknya itulah yang tersisa dari kepingan ucapan para orang tua menanggapi masa kanak-kanak mereka. Kupikir mungkin begitu, namun aku salah. Semua tak sebahagia itu. Masa kanak-kanak yang kupikir bahagia berubah menjadi masa paling menyedihkan dari semua masa yang pernah kucoba untuk kujalani dengan senyumku.

    “Bu…. Ibu dimana??” kucari sosok ibu keseluruh penjuru rumah, hari masih gelap dalam balutan awan pekat yang menyelubungi gubuk keciku yang menggigil ditiup angina malam. Kulihat kakek dan nenekku menyambutku dan menggendongku dalam dekapan mereka. “Kenapa kamu bangun??? Ayo tidur lagi, ibu lagi belanja ke pasar.” Sahut nenekku agar aku tak menangis. “ Kenapa malam-malam begini kok udah ke pasar??” sahutku dengan manis,, tanpa menyadari bahwa telah ada lelehan bening embun yang menguak tabir luka dalam hati kedua orang yang kupanggil dengan sebutan kakek dan nenek tersebut. “Kan Riri minta dibelikan kue sama ibu, jadi ibu pergi ke pasar, sekarang Riri tidur aja dulu sebentar ibu datang pasti bawa kue…” kulihat nenek menyeka air matanya dengan sarung lusuh yang ia kenakan saat itu sambil kakek terus mengelus kepalaku. “Ya,, aku tidur lagi dech” akupun ditemani nenekku untuk kembali tidur dalam dekapan kabut yang semkin menggantung di kelopak mata tuanya.

***

     “Bapak, bapak bangun dong, temani Riri main yah… bapak kok tidur terus sich? Bapak bangun dong.” Rengekku setengah merajuk pada bapak yang hanya tertidur dan tak bergerak sedikitpun. Tanteku tiba-tiba menggendongku dan berkata, “Riri jangan gangu bapak yah, bapak lagi capek habis pulang dari kerja, Riri main diluar aja sendiri yah.”

      “Tidak mau… Riri mau sama bapak,” rengekku, “kenapa rame sekali disini? Kok tante nangis?” Tanya mulut jahilku yang tanpa sadar sebenarnya telah menorehkan pandangan iba wanita cantik itu padaku mengenai apa yang sebenarnya sedang terjadi. “Kalo Riri nga mau tante nangis, sekarang Riri maen di luar yach.?”

***

     Itulah sekelebat kenangan masa kecil yang secara drastis mengubah masa kecilku yang indah mnjadi masa sedih berlarut yang takkan pernah hilang dari kepalaku hingga sekarang ini. Andai kau tahu ayah,.. aku sungguh tak tahan pada perasaanku sendiri.. Kepergianmu membentuk ego yang tak pernah bisa kubendung dari hatiku, saat aku menyadari aku telah kehilangan figurmu… Aku kehilangan ayahku untuk selama-lamanya.

     Sakit rasanya menjalani waktu tanpamu, disaat aku menyadari bahwa kini hanya ibu yang ada disisiku. Kupikir nenek dan kakekku akan tetap bersama kami, tapi ternyata mereka berubah. Mereka merebut semua yang dimiliki ibu tanpa mau peduli status ibu sebagai seorang menantu yang baru saja terlukai hatinya karena kepergian ayah yang secara tiba-tiba. Disinilah kulihat ketegaran ibu, ia berusaha mempertahankan semuanya demi kami, anak-anaknya. Ditengah sakit yang dideritanya dengan tanpa mengurangi pengabdiannya kepada mertua ia berusaha menjaga semua peninggalan ayah yang diwariskan untuk kakakku. Semua itu berakhir dengan kebencian kakek dan nenek kepada ibu sehingga mereka pergi dari rumah kami.

      Aku kembali menjalani hari-hariku hanya bersama kakak dan ibu. Sebagai seorang single parent ibu terlampau sibuk untuk menghidupi kami semua. Yah, beban ibu tidaklah ringan karena aku dan kakakku masih sangat kecil. Ibu berusaha untuk menghidupi kami dan tetap menyekolahkan kami hingga sekarang kami tumbuh dewasa tanpa kekurangan apapun. Masa-masa yang sangat berat kami hadapi sebagai buah pergunjingan para tetangga yang melihat sisi kehidupan ibu sebagai seorang janda. Yah, aku menutup telinga akan itu semua. Aku tahu ibuku, ia seorang wanita yang tegar dan kuat, ia brpacu pada waktu untuk kehidupan kami. Dan dari situ aku bertekad untuk menjadi seperti ibu. Aku mencintaimu Ibu....

     Teringat saat lalu aku membuat ibu terluka, butiran bening menuruni pipinya sebagai akibat dari kekecewaannya padaku. Ia sangat sedih dan hal itu membuatku serasa dipukul oleh beribu-ribu palu godam raksasa. Aku tak kuasa melihat air matanya meleleh karenaku. Aku memang bukan anak yang berbakti kepadamu, namun aku berjanji mulai saat itu aku akan berusaha untuk membahagiakan dan membanggakanmu ibu.

***

    “Ibu tidak dapat membekalimu banyak-banyak. Cuma ini yang ibu punya” ibu melihatku dalam tatapan sayangnya yang teduh. “Ibu tidak usah khawatir. Aku diberikan uang jajan kok setelah sampai disana. Aku berangkat ya Bu, kak.” Kuambil tas yang sedang dipegang oleh kakakku.

     “Hati-hati yah, kabari kakak kalo sudah sampai.” Aku tak kuasa membendung air mataku yang sangat cepat meleleh di pipiku. Kupeluk kakakku lalu kupeluk ibu yang kini mulai menangis. “Sudahlah jangan menangis, perjalananmu pasti akan menyengakan” kakak menasehatiku dengan lembut.

     Yah... mungkin itu wujud pengabdianku pada ibu. Aku akan berangkat ke ibu kota sebagai wakil propinsi yang akan berlaga di tingkat nasional. Aku harap keberangkatanku ini akan menjadi kado yang paling membahagiakan sekaligus membanggakan untuk ibu dan kakak. Terima kasih ibu, telah mendidik dan merawatku hingga aku dewasa. Ibu telah membuktikan bahwa seorang single parent mampu berjuang untuk anak-anaknya. Ketegaran dan kasih sayangmu menjadi pelajaran dan bekal terindah untukku. Untuk kakak, terima kasih telah menjadikanku adik paling bahagia di dunia ini. Aku sangat berterima kasih pada Tuhan karena aku memilki kalian dalam hidupku.

     Ayah,,,, berbahagialah di atas sana. Lihatlah kini aku tak lagi sakit hati. Aku tak lagi sedih. Kita akan menjadi keluarga paling bahagia di dunia ini. Malam ini kutoreh cerita di atas kertas. Rinduku akan abadi bersama goresan ini.

Senin, 21 Mei 2012

Salam Perpisahan

Dalam gundah kutersenyum

setitik ucap menyiram sukmaku

tapi hanya sepersekian detik

setelah aku menyadari arti kata indah

setelah aku memaknai kata lantunan jiwa

kutersadar oleh ucap yang jujur

Ternyata... ini ilusimu


Yah.. mungkin perih dan luka t’lah menorehmu

kecewa dan sepi menemani derap inderamu yang nyalang

namun satu...

hanya satu tepisan arti kata setia

hanya satu rintihan kata sayang

pelipur sekon demi sekon yang kau nanti


Penantianmu semakin menyakitkan

kau mencipta kasih yang semu

sadarlah kawan, , ,  ini membunuh jiwaku


Masih dalam gundah aku tersenyum

hingga kutersadar semua hanya ilusi

kuingin bertahan bagai karang

seperti engkau menjaga jiwamu untukku

tapi penjaramu semu

semua ilusi

wujud kesepianmu yang mengaduh


Aku...... hanya permainanmu.

Ucapmu...

Bagai tak kau sadari

Kaulah pembunuh rasa ini...

                              By: Ayu I'u Gek

Jumat, 11 Mei 2012

RAUNGAN SEKON


  Kendari, 19 Oktober 2011

Air mata meleleh

Sembilu mengiris hati

Sekon mengartikan diammu

Mengajakku menua pada lorong waktu


Aku memilih menepi

Membuka tabir yang kutoreh dalam lontar

Aku berubah dan aku mengubahmu

Menjadi lebih buruk dari awalmu


Perkenalan ini sia-sia

Ingin kupatok jam di dinding

Yang diam dan tak berdetak

Mengartikan bekunya harapku

Memaknai lakumu karena diriku

Aku menyerah

Ilusi tak memberiku arti untuk berucap


Aku menyerah

Memilih menggantung karangan impianku

Pada pelukmu

Yang dingin dalam dadaku