Selamat Datang di Blog Ayu I'u Gek

Jumat, 25 Mei 2012

Q PANGGIL KAU ‘BB’


Ayu I’u_Gek

    Ini adalah kisahku tentang dirimu, yang kucintai dan memberiku banyak arti tentang kehidupan. Kisah tentang kehidupan dengan latar belakang yang berbeda, cinta yang kau berikan tanpa syarat, tidak seperti kehidupanku yang lebih mengutamakan nafsu dan cinta sesaat. Aku belajar banyak darimu, BeBe.
***

    Kuingat saat pertama kali kudatang, kau hanya melintas di depan kamarku. Tak peduli kesibukanku, saat itu, kau masih sangat kecil di mataku. Tak lama setalahku, seorang gadis mungil, sebut saja Rini juga datang mengisi kekosongan rumahmu. Ia periang dan sangat cerewet, berbeda denganku yang pendiam. Dari dialah akhirnya kita akrab dan sering bersama.
     Ciripa,,, begitu Rini memanggilmu. Tapi q terlanjur jatuh cinta padamu dan aku memanggilmu BeBe. “Tahun apakah ini, masa kamu dipanggil BeBe? Berarti terbalik donk, nanti pacarku saya panggil dengan sebutan kucing saja sebagai rasa sayangku,” celoteh Rini diiringi canda tawa dari teman-teman asrama Indah. Aku hanya dapat tersenyum mendengarnya, yang kutahu aku menyayangimu dan aku akan selalu memanggilmu BeBe.
     Kutahu Rini juga menyayangimu, dia sangat suka mendandanimu, memakaikan pita di kepalamu, bahkan duduk di teras asrama bersamamu. Kau tahu, lucu melihatmu dengan pita pink di kepala dan teman-teman asrama pasti akan memarahi Rini, “Rin, apa yang kau lakukan? Astaga, nanti Arni dia marahi kamu itu.” Dewi berteriak lantang saat melihat BB dengan pita pink dikepalanya. “Tidak kok, paling dia senyum saja. Dia lihat tadi saya lagi dandani BB,” Rini sengit dan tak mau kalah dari Dewi. Gemparlah isi asrama yang menertawai kekonyolanmu, dan kau akan berjalan ke depan asrama sambil melepas pita pink di kepalamu sambil menggeleng.
     Bukan hanya Rini yang suka menjahilimu. Tetanggaku pun suka memukulmu, menendangmu saat melewati kamar mereka, bahkan mengganggumu saat tidur, memakaikan kalung di lehermu bahkan mencoret-coret tubuhmu dengan berbagai warna. “Agar BB tampak indah,” kata mereka saat melihatku. “Kasihan BB, badannya jadi jelek karena warna itu, bukan tambah bagus tapi jadi norak.” Kataku melihat mereka tersenyum lalu berlalu menuju kamarku.
    “BB, aku tahu perlakuan mereka tidak pantas padamu, tapi tenanglah, karena aku selalu menyukaimu.” Saat seperti itu kau pasti datang di kamarku dengan wajah lesumu dan langsung berbaring di ranjangku. Kadang sedih melihatmu seperti itu, yang dapat kulakukan hanya memelukmu dan mengelus pipimu. Kau tahu, aku sangat suka melakukannya karena kau begitu lembut. Selembut rasa sayangku padamu.
      Banyak hal yang terjadi dan kita lakukan bersama teman-teman asrama. Kini mereka semua tau bahwa kau adalah milikku. Kakakku pun menyukaimu bahkan sering secara khusus memintaku untuk menyiapkan makanan untukmu. “Simpankan BB makanan, sebentar saja dia datang ke dapur untuk makan.” Kata kakakku sebelum berangkat.
       Tak terasa sudah setahun aku tinggal di asrama, kau bertumbuh semakin besar. Kini kau adalah gadis yang cantik dan remaja. Sesekali aku sempat melihatmu bersama seorang pria. Aku tak akan pernah melarangmu dan membatasimu karena ini adalah masamu. Aku sudah cukup bahagia dapat menyayangimu.
      Bulan kini datang silih berganti. Saat sulit memasuki hidupku, aku merasa mengabaikanmu karena aku harus mengurusi hal lain. C59 begitulah orang-orang menyebutnya, jangan salah paham dulu, ini tak terjadi padaku tapi pada sahabatku dan aku harus membantunya untuk menyelesaikan masalah itu. Menghindari MBA (Merriage By Accident → setidaknya begitulah bahasa orang-orang), aborsi menjadi pilihan nomor satu bagi sahabatku. Tidak hanya satu kasus, aku bahkan mengetahui tiga kasus sekaligus dan semuanya mengambil tindakan yang sama. “Ya Tuhan, dimanakah hati nurani mereka? Bayi itu tak bersalah. Mereka melakukannya dengan sadar dan mengapa harus darah daging yang tak berdosa itu yang dijadikan korban kebejatan kedua orang tuanya? Tuhan, ampunilah yang mereka lakukan, semoga aku selalu di jalan-Mu dan tak terjerumus.”
     Masa-masa menyelesaikan semua cinta dan neraka itu, kau menjadi lebih sering datang di kamarku. Sempat suatu malam aku terkejut karena kau telah berbaring di sampingku dan malam selanjutnya aku melihatmu tersenyum dalam tidur di sudut kakiku. Kau tahu, aku tak pernah melarangmu datang di kamar dan aku tak pernah berkeberatan bila berbagi ranjang denganmu. Tetapi aku melihatmu lebih gemuk dari sebelumnya dan akhirnya aku tahu bahwa kau, BB, sedang mengandung.
     Aku bahagia dan bingung karena itu berarti aku harus mencarikan tempat untukmu melahirkan, tapi di mana? “Ini, biar saja BB melahirkan disini. Tidak apa-apa kok, yang penting diurus.” Kakakku akhirnya membantuku, dan masalah selesai. Bulan kini kembali berganti, aku menunggu saat kelahiran bayi-bayi mungilmu. Dan waktunya pun tiba, empat anak sekaligus.
      “BB sudah melahirkan? Berapa anaknya BB? Arni, aku minta anaknya BB satu ya, aku mau pelihara di kamar supaya tikus-tikus pada lari, banyak tikus sich di kamarku.” Silih berganti mereka datang padaku dan menanyakanmu. “Dimana hati mereka saat mereka mempermainkanmu, menendangmu dari kamar mereka dan mengatakanmu makhluk kotor? Tapi aku tak perduli karena kau bersih dan lembut. BB, yang terpenting harus kau tahu bahwa aku menyayangimu.”
       Aku menyambutnya dengan senang, walau tiba-tiba kau pindah dari kamarku dengan membawa keempat anakmu. Q tetap senang karena kau masih menyempatkan diri untuk datang ke kamarku dan aku masih bisa menyiapkan makanan untukmu. Saat bayi-bayi mungilmu telah mampu berjalan aku tahu satu anakmu meninggalkan dunia karena kedinginan. Mereka tidak menempatkanmu secara layak di tempat barumu. Dan akhirnya satu-persatu pun menyusul meninggalkanmu.
     “BB, kau tahu bahwa aku mencintaimu dan akut tak bisa membiarkan semua anakmu pergi meninggalkanmu.” Aku senang karena kau mau kembali ke kamar. Aku bisa mengurusmu dan juga anakmu. Anakmu sangat mungil dan lucu. Aku dan kakakku sangat menyukai anakmu. Rini pun kini menjadi lebih sering bermain di kamarku bersama anakmu. Semua terasa sangat membahagiakan.
     “BB, Tuhan yang mempertemukan kita, tetapi Tuhan juga yang memisahkan kita. Aku harus pindah, meninggalkanmu. Aku tak bisa membawamu bersamaku, aku hanya bisa menitipmu pada Didi dan Widi, aku yakin mereka akan merawatmu dengan baik. Saat-saat terakhir kitalah yang paling berharga untukku BB, kau memberiku pelajaran tentang arti mencintai dan menyayangi dengan tulus. Arti memelihara dan berjuang. Kau seorang Ibu yang baik.”
***

   Sore itu, setelah hujan lebat mengguyur kota Kendari, terdengar “meong,,,,meong,,,, meooooooooongggggg.” Sayup-sayup kudengar dari balik dinding kamar mandi. “Ah, mungkin BB mau masuk kamar. Tapi, kenapa suaranya kecil? Ah, mungkin anaknya yang sedang menangis.” fikirku saat itu dan segera menyelesaikan acara cuci badanku.
     “Meooooong, meongggggggggg, meeeeoooooooooonggggggggg” BB tak berhenti mengeong, bahkan kini suara anaknya semakin terdengar sayup-sayup. Setelah menyelesaikan mandi dan berpakain, aku pun keluar kamar. BB berjalan mondar-mandir di kakiku kemudian merunduk disisi selokan. Aku melihat kesisi selokan dan,, ASTAGA….. anak BB terjatuh di selokan dan dilumuri lumpur. Ia tidak bisa naik karena selokan terlalu tinggi untuk ukuran tubuhnya yang mungil. Aku pun mengangkat anaknya ke teras asrama.
       Kutinggalkan BB untuk mengambil lap dan disaat kudatang kulihat BB menjilati tubuh anaknya, ia tidak peduli lumpur tebal yang menutupi tubuh anaknya. Ia terus menjilati sambil mengeong. Air mataku meleleh melihat kejadian itu, yang kumengerti BB sangat mencintai anak-anaknya. Bagaimana pun keadaannya, ia tetap mencintainya. Hal ini sangat kontras dengan kehidupan para manusia → khususnya sahabat-sahabat yang kukenal. Mereka bahkan berjuang untuk menutupi aib dari dosa yang mereka perbuat dan tega membunuh darah daging mereka sendiri. Tapi BB, dengan penuh cinta dan sayang rela menjilati lumpur yang menutupi tubuh anaknya.
      Kubawa BB dan anaknya ke tempat tidur mereka, kulap lumpur di tubuh anaknya dengan linangan air mata, sementara kulihat BB merunduk disisiku sambil terus mengeong memperhatikan anaknya. “Apakah kau menangis BB? Apakah kau khawatir?” Sementara disudut matamu kulihat setitik bening air yang entah karena air mata yang meleleh dari pupil matamu ataukah karena rintik hujan yang tiba-tiba kembali turun membasahi bumi terpental jatuh di sudut pupil matamu yang mencintai.
       Kau mengajariku banyak hal BB, kucing kecilku yang sangat kucintai. Pengorbanan, cinta yang tak bersyarat, kasih sayang yang tulus, tanggung jawab, dan perjuangan yang tidak pernah bisa dilakukan oleh manusia. Lalu haruskah kupandang diriku dan kaumku lebih mulia darimu, BB-kucing mungilku yang sangat kucintai? Ku panggil kau BB-BeBe. Namamu bak dirimu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar