Selamat Datang di Blog Ayu I'u Gek

Rabu, 23 Mei 2012

CERITA MALAM KENANGAN

     Masa kanak-kanak adalah masa yang paling mneyenangkan untuk dinikmati. Setidaknya itulah yang tersisa dari kepingan ucapan para orang tua menanggapi masa kanak-kanak mereka. Kupikir mungkin begitu, namun aku salah. Semua tak sebahagia itu. Masa kanak-kanak yang kupikir bahagia berubah menjadi masa paling menyedihkan dari semua masa yang pernah kucoba untuk kujalani dengan senyumku.

    “Bu…. Ibu dimana??” kucari sosok ibu keseluruh penjuru rumah, hari masih gelap dalam balutan awan pekat yang menyelubungi gubuk keciku yang menggigil ditiup angina malam. Kulihat kakek dan nenekku menyambutku dan menggendongku dalam dekapan mereka. “Kenapa kamu bangun??? Ayo tidur lagi, ibu lagi belanja ke pasar.” Sahut nenekku agar aku tak menangis. “ Kenapa malam-malam begini kok udah ke pasar??” sahutku dengan manis,, tanpa menyadari bahwa telah ada lelehan bening embun yang menguak tabir luka dalam hati kedua orang yang kupanggil dengan sebutan kakek dan nenek tersebut. “Kan Riri minta dibelikan kue sama ibu, jadi ibu pergi ke pasar, sekarang Riri tidur aja dulu sebentar ibu datang pasti bawa kue…” kulihat nenek menyeka air matanya dengan sarung lusuh yang ia kenakan saat itu sambil kakek terus mengelus kepalaku. “Ya,, aku tidur lagi dech” akupun ditemani nenekku untuk kembali tidur dalam dekapan kabut yang semkin menggantung di kelopak mata tuanya.

***

     “Bapak, bapak bangun dong, temani Riri main yah… bapak kok tidur terus sich? Bapak bangun dong.” Rengekku setengah merajuk pada bapak yang hanya tertidur dan tak bergerak sedikitpun. Tanteku tiba-tiba menggendongku dan berkata, “Riri jangan gangu bapak yah, bapak lagi capek habis pulang dari kerja, Riri main diluar aja sendiri yah.”

      “Tidak mau… Riri mau sama bapak,” rengekku, “kenapa rame sekali disini? Kok tante nangis?” Tanya mulut jahilku yang tanpa sadar sebenarnya telah menorehkan pandangan iba wanita cantik itu padaku mengenai apa yang sebenarnya sedang terjadi. “Kalo Riri nga mau tante nangis, sekarang Riri maen di luar yach.?”

***

     Itulah sekelebat kenangan masa kecil yang secara drastis mengubah masa kecilku yang indah mnjadi masa sedih berlarut yang takkan pernah hilang dari kepalaku hingga sekarang ini. Andai kau tahu ayah,.. aku sungguh tak tahan pada perasaanku sendiri.. Kepergianmu membentuk ego yang tak pernah bisa kubendung dari hatiku, saat aku menyadari aku telah kehilangan figurmu… Aku kehilangan ayahku untuk selama-lamanya.

     Sakit rasanya menjalani waktu tanpamu, disaat aku menyadari bahwa kini hanya ibu yang ada disisiku. Kupikir nenek dan kakekku akan tetap bersama kami, tapi ternyata mereka berubah. Mereka merebut semua yang dimiliki ibu tanpa mau peduli status ibu sebagai seorang menantu yang baru saja terlukai hatinya karena kepergian ayah yang secara tiba-tiba. Disinilah kulihat ketegaran ibu, ia berusaha mempertahankan semuanya demi kami, anak-anaknya. Ditengah sakit yang dideritanya dengan tanpa mengurangi pengabdiannya kepada mertua ia berusaha menjaga semua peninggalan ayah yang diwariskan untuk kakakku. Semua itu berakhir dengan kebencian kakek dan nenek kepada ibu sehingga mereka pergi dari rumah kami.

      Aku kembali menjalani hari-hariku hanya bersama kakak dan ibu. Sebagai seorang single parent ibu terlampau sibuk untuk menghidupi kami semua. Yah, beban ibu tidaklah ringan karena aku dan kakakku masih sangat kecil. Ibu berusaha untuk menghidupi kami dan tetap menyekolahkan kami hingga sekarang kami tumbuh dewasa tanpa kekurangan apapun. Masa-masa yang sangat berat kami hadapi sebagai buah pergunjingan para tetangga yang melihat sisi kehidupan ibu sebagai seorang janda. Yah, aku menutup telinga akan itu semua. Aku tahu ibuku, ia seorang wanita yang tegar dan kuat, ia brpacu pada waktu untuk kehidupan kami. Dan dari situ aku bertekad untuk menjadi seperti ibu. Aku mencintaimu Ibu....

     Teringat saat lalu aku membuat ibu terluka, butiran bening menuruni pipinya sebagai akibat dari kekecewaannya padaku. Ia sangat sedih dan hal itu membuatku serasa dipukul oleh beribu-ribu palu godam raksasa. Aku tak kuasa melihat air matanya meleleh karenaku. Aku memang bukan anak yang berbakti kepadamu, namun aku berjanji mulai saat itu aku akan berusaha untuk membahagiakan dan membanggakanmu ibu.

***

    “Ibu tidak dapat membekalimu banyak-banyak. Cuma ini yang ibu punya” ibu melihatku dalam tatapan sayangnya yang teduh. “Ibu tidak usah khawatir. Aku diberikan uang jajan kok setelah sampai disana. Aku berangkat ya Bu, kak.” Kuambil tas yang sedang dipegang oleh kakakku.

     “Hati-hati yah, kabari kakak kalo sudah sampai.” Aku tak kuasa membendung air mataku yang sangat cepat meleleh di pipiku. Kupeluk kakakku lalu kupeluk ibu yang kini mulai menangis. “Sudahlah jangan menangis, perjalananmu pasti akan menyengakan” kakak menasehatiku dengan lembut.

     Yah... mungkin itu wujud pengabdianku pada ibu. Aku akan berangkat ke ibu kota sebagai wakil propinsi yang akan berlaga di tingkat nasional. Aku harap keberangkatanku ini akan menjadi kado yang paling membahagiakan sekaligus membanggakan untuk ibu dan kakak. Terima kasih ibu, telah mendidik dan merawatku hingga aku dewasa. Ibu telah membuktikan bahwa seorang single parent mampu berjuang untuk anak-anaknya. Ketegaran dan kasih sayangmu menjadi pelajaran dan bekal terindah untukku. Untuk kakak, terima kasih telah menjadikanku adik paling bahagia di dunia ini. Aku sangat berterima kasih pada Tuhan karena aku memilki kalian dalam hidupku.

     Ayah,,,, berbahagialah di atas sana. Lihatlah kini aku tak lagi sakit hati. Aku tak lagi sedih. Kita akan menjadi keluarga paling bahagia di dunia ini. Malam ini kutoreh cerita di atas kertas. Rinduku akan abadi bersama goresan ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar